Jakarta (ANTARA) - Bakti Budaya Djarum Foundation mengangkat kebaya sebagai identitas perempuan Indonesia dalam sebuah karya sinematografi berjudul “Kebaya Kala Kini” dalam menyemarakkan Hari Kebaya Nasional 2024.

Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian mengatakan film yang menampilkan beragam macam kebaya sebagai simbol beragam perjalanan kehidupan diharapkan akan mendorong masyarakat untuk melihat kebaya sebagai pakaian yang menyatukan seluruh strata sosial di Indonesia.

“Dengan berbagai daerah masing-masing yang dimiliki itu juga suatu kekayaan Indonesia yang ingin kita terus lestarikan, dan kebaya itu bisa dipakai dimana saja dan kapan saja,” kata Renita dalam konferensi pers pemutaran perdana film pendek ‘Kebaya Kala Kini’ di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Bakti Budaya Djarum Foundation beri kesempatan seniman muda ke New York

Baca juga: Anggota Wantimpres ajak perempuan Indonesia populerkan kebaya


Renita juga berharap, upaya memperlihatkan kecantikan kebaya ini juga turut mendorong ekosistem ekonomi yang bersinggungan dengan kebaya, seperti desainer, pembordir, penjahit, pembuat kebaya dan penjual kebaya. Dari meningkatnya pemakaian kebaya juga diharapkan akan berdampak juga pada makin dikenalkan kain batik dan wastra lainnya yang merupakan standar paduan pemakaian kebaya.

Ia mengatakan upayanya ini butuh kerja sama semua pihak yang juga turut mendorong kebaya agar lebih dikenal, mulai dari komunitas hingga tingkat daerah dan pusat.

Sementara sang sutradara Bramsky mengatakan pemilihan kebaya sebagai tema dalam film ini karena ingin memperlihatkan perjalanan dan transformasi perempuan nusantara.

Ia juga ingin memperlihatkan kebaya sebagai sesuatu yang relevan tidak hanya di desa namun juga pesannya sampai ke masyarakat yang ada di kota, dengan cara memadukan pemeran film profesional dengan warga lokal yang memiliki pekerjaan buruh gendong atau penjual yang kerap mengenakan kebaya.

“Beberapa konsep yang kita cocokkan dengan pihak Djarum, ada beberapa hal metafora dalam video ini, metafora sebagai harapan dan doa. Pemilihan kebaya bukan hanya baju tapi perjalanan dan transformasi perempuan nusantara, castingnya juga milih ibu-ibu agar gimana caranya pesannya sampai saat nonton film ini di kalangan desa kota semua nyampe,” katanya.

Film pendek berdurasi sekitar 8 menit ini menampilkan pelaku seni peran Dian Sastrowardoyo, Putri Marino, dan juga menampilkan penyanyi keroncong muda Woro Mustiko dan penari Bali Syandria Kameron. Film ini juga mengambil latar belakang lokasi persawahan dan desa di Kulon Progo, D.I Yogyakarta.​​​​​​​

Renita berharap, kebaya menjadi simbol penghormatan yang abadi antara perempuan Indonesia dan warisan budaya mereka dan mencerminkan transformasi yang terus berkembang seiring waktu.

“Semoga karya ini menjadi pengingat kekuatan dan keindahan kebaya yang terus menghidupi dan menginspirasi, dengan film ini lebih kreatif ngulik biar jadi gelombang besar kebaya di Indonesia,” kata Renita.


Baca juga: Koleksi kebaya Tien Soeharto bakal ditampilkan di acara HKN

Baca juga: LIP: Hari Kebaya Nasional ajang tunjukan keunikan daerah Indonesia


Baca juga: KOWANI sebut pelestarian kebaya dapat gerakkan ekonomi bangsa ​​​​​​​