Jakarta (ANTARA News)- Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring menilai pemerintah jangan asal reaktif menanggapi soal penyadapan oleh Australia dan Amerika Serikat yang diduga dilakukan melalui dua provider.

"Semua yang dikatakan Snowden itu belum tentu benar, jadi kan semacam reaktif begitu Snowden itu bongkar, (kita) tutup, (lalu kita) berantas, kan gak begitu," kata Tifatul di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu.

Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, terkait penyadapan merupakan tugas utama Kementerian Luar Negeri. Meski demikian, Kemenkominfo juga akan membuat tim pengawas baru untuk masalah penyadapan ini di lembaganya.

"Jadi kita tunggu sikap terakhir arahan Presiden ke Menlu Marty Natalegawa, bagaimana seharusnya kita bersikap dan nanti kita akan follow up," katanya.

Lebih lanjut, Tifatul mengaku akan menunggu penjelasan soal kebenaran informasi yang diungkap Snowden. Selain itu, ia juga mengatakan pihaknya menunggu Kemenlu membicarakan masalah tersebut dengan Amerika Serikat dan Australia.

"Toh Abbot (Perdana Menteri Australia) kan sudah berjanji tidak akan terulang lagi tapi kok ada data (penyadapan) baru. Itu urusan Kemenlu," katanya.

Terkait langkah yang dilakukan terhadap operator seluler tersebut, Tifatul mengaku tidak akan langsung memperketat aturan atau menjatuhkan hukuman. Apalagi ke 14 operator yang ada di Indonesia kebanyakan beroperasi di tanah air.

Namun, utamanya pihaknya akan terlebih dahulu mencari informasi soal penyadapan tersebut.

"(Soal penyadapan itu) sebetulnya seperti apa. Ini kan baru lontaran saja oleh satu pihak," katanya.

Sebelumnya, Direktorat Intelijen Australia bekerjasama dengan Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat melakukan penyadapan melalui dua operator telekomunikasi Indonesia, Telkomsel dan Indosat, yang menguasai 77 persen pelanggan seluler tanah air. Diduga sekitar 1,8 juta pelanggan seluler Indonesia menjadi korban sadapan kali ini.

Hal tersebut diungkap oleh Edward Snowden yang sebelumnya juga membongkar skandal penyadapan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ani Yudhoyono dan sejumlah menteri pada akhir tahun lalu.