Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Wawan Yunarwanto menilai pencabutan berita acara pemeriksaan (BAP) pengacara pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad, Ahmad Riyadh, mengenai pemberian uang ke Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh tidak sah.

"Saudara Riyadh bilang BAP dicabut karena ada tekanan dari penyidik, ternyata tidak, sedangkan saat memberikan keterangan di BAP dia terikat sumpah," ucap Wawan saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Dirinya berpendapat ada kejanggalan mengenai pencabutan BAP yang dilakukan Riyadh. Apalagi, sambung dia, Riyadh telah mengakui adanya pertemuan dengan Gazalba di Surabaya, Jawa Timur.

Maka dari itu, KPK akan mendalami lebih lanjut mengenai pencabutan BAP yang dilakukan Riyadh tanpa alasan yang jelas tersebut.

Wawan membeberkan, pertemuan dengan Gazalba yang diakui oleh Riyadh sebanyak dua kali, yakni di Hotel Sheraton Surabaya dan Bandara Juanda.

Pada awalnya saat pemeriksaan oleh penyidik KPK, Riyadh mengakui terdapat pemberian uang ke Gazalba sebesar Rp500 juta di Hotel Sheraton.

Kemudian pada pemeriksaan kedua, Riyadh mengubah keterangan bahwa pemberian uang tidak sesuai dengan keterangan pertama, tetapi dilakukan di Bandara Juanda senilai 18 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp216,98 juta.

Selanjutnya pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/7), Riyadh pun mencabut BAP soal pemberian uang tersebut dan menyatakan Gazalba tidak pernah menerima uang sepeser pun.

"Ini aneh karena di persidangan tiba-tiba pertemuannya akui, tetapi pemberian uang-nya tidak diakui," ucap JPU KPK.

Baca juga: Gazalba bantah berdiskusi dengan Riyadh soal penanganan perkara

Baca juga: Riyadh cabut BAP soal pemberian uang ke Gazalba karena berita media


Riyadh merupakan saksi atas kasus dugaan korupsi pengurusan perkara di MA yang menyeret Gazalba sebagai terdakwa. Dalam kasus tersebut, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total nilai Rp62,89 miliar.

Dugaan penerimaan itu meliputi gratifikasi senilai Rp650 juta serta TPPU terdiri atas 18.000 dolar Singapura (Rp216,98 juta), Rp37 miliar, 1,13 juta dolar Singapura (Rp13,59 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2 miliar), dan Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020-2022.

Gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba terkait dengan pengurusan perkara kasasi Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.

Uang gratifikasi itu diduga diterima Gazalba bersama-sama dengan Riyadh selaku penghubung antara Jawahirul Fuad dengan Gazalba pada 2022 setelah pengucapan putusan perkara, yang mana Gazalba menerima Rp200 juta dan Riyadh menerima uang sebesar Rp450 juta, sehingga total gratifikasi yang diterima keduanya sebesar Rp650 juta.

Selanjutnya uang hasil gratifikasi tersebut beserta uang dari penerimaan lain yang diterima Gazalba dijadikan dana untuk melakukan TPPU bersama-sama dengan kakak kandung terdakwa, Edy Ilham Shooleh dan teman dekat terdakwa, Fify Mulyani.

Dengan demikian, perbuatan Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.