Jakarta (ANTARA) - Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan menyampaikan bahwa penerapan asuransi wajib pertanggungjawaban pihak ketiga (third party liability/TPL) bagi kendaraan bermotor roda dua maupun empat bersifat nirlaba sehingga tidak membebani masyarakat.

“Kami dari asosiasi sangat concern bagaimana untuk bisa menerapkan iuran atau premi atau tarif asuransi ini supaya tidak membebani masyarakat,” ujar Budi Herawan di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan bahwa pihaknya berupaya untuk merumuskan usulan premi yang setidaknya dapat menutupi biaya kerugian yang harus diganti dengan layak bila terjadi klaim.

“Tentunya kami mendorong supaya pihak yang dirugikan itu bisa mendapatkan ganti rugi yang cukup dan layak,” katanya.

Baca juga: OJK: Ada usul premi asuransi kendaraan listrik dan nonlistrik berbeda

Meskipun begitu, dalam menentukan besaran premi asuransi tersebut, AAUI dan para anggota asosiasi akan mengupayakan tercapainya titik keseimbangan antara industri dan kemampuan finansial masyarakat.

“Ya paling tidak kita harus bisa menjaga break even point (BEP/titik impas) agar biaya operasional dan semuanya harus bisa tertutup,” ucap Budi.

Ia menuturkan bahwa skema pengelolaan maupun pembayaran asuransi TPL tersebut kini belum ditetapkan karena masih menunggu perumusan berbagai aturan terkait, termasuk Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).

“Masalah operator ini memang belum diputuskan, tapi memang sesuai yang diamanatkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), bahwa semua asuransi umum yang terdaftar di OJK itu harus dilibatkan,” jelasnya.

Namun, ia belum dapat mengungkapkan apakah nanti lembaga pengelola asuransi tersebut berbentuk konsorsium atau lainnya karena masih dalam tahap pembahasan.

Baca juga: OJK terus upayakan PP Program Asuransi Wajib TPL terbit sesuai target

AAUI beserta seluruh anggota asosiasi akan terus menyiapkan berbagai infrastruktur dan usulan yang sekiranya diperlukan serta siap bergotong royong untuk mengantisipasi risiko dari implementasi asuransi nirlaba tersebut agar tidak terjadi kerugian yang signifikan terhadap industri.

“Karena kami di sini berupaya menyukseskan program-program pemerintah yang diamanahkan dalam UU P2SK, jadi tidak boleh mengambil keuntungan, misalnya dengan premi yang mahal dan benefit yang kecil,” imbuh Budi.

Asuransi wajib pertanggungjawaban pihak ketiga merupakan produk perlindungan yang memberikan ganti rugi terhadap pihak ketiga yang secara langsung terkena dampak dari risiko kecelakaan yang disebabkan oleh pengendara kendaraan bermotor yang dipertanggungkan.