Medan (ANTARA) - Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) menyatakan, pengawasan dan penguatan fungsi koperasi menjadi fokus dalam usulan pemerintah untuk revisi Undang-Undang (UU) Perkoperasian.

"Terkait hal itu, ada tiga hal yang menjadi perhatian kami," ujar Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi usai menghadiri puncak peringatan Hari Koperasi Nasional Ke-77 wilayah Sumatera Utara di Medan, Senin.

Yang pertama, Ahmad menyebut, adalah soal ekosistem penjaminan simpanan anggota koperasi demi memberikan rasa aman.

Untuk itu, dia melanjutkan, pemerintah mengusulkan agar pembentukan lembaga penjaminan simpanan anggota koperasi diadakan dan masuk dalam revisi undang-undang tersebut.

"Dengan begitu, setiap anggota yang menabung di koperasi statusnya sama dengan menabung di bank yang mendapatkan jaminan dari LPS (Lembaga Penjamin Simpanan-red)," kata Ahmad Zabadi.

Dia melanjutkan, koperasi masih menjadi sebuah lembaga ekonomi yang keberadaannya dicari masyarakat. Dengan begitu, keamanan simpanan para anggota mesti diutamakan.

Menurut dia, itu terlihat dari jumlah anggota koperasi di Indonesia yang kini sekitar 30 juta orang.

"Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021, tingkat literasi pembiayaan masyarakat paling tinggi adalah perbankan yaitu 4,9 persen, disusul koperasi 4,2 persen," tutur Ahmad Zabadi.

Agar keamanan anggota semakin berlapis, dia pun memaparkan bahwa pemerintah mengusulkan adanya penguatan di sistem pengawasan koperasi.

Pengawasan tersebut, dia menambahkan, idealnya terkonsolidasi, tidak terpecah-pecah yang membuatnya kurang efektif.

"Yang terjadi sekarang, pengawasan koperasi di-'split' (pisah-red) berdasarkan kewilayahan sehingga tidak terkonsolidasi dan berjalan kurang efektif. Pengawasan yang parsial melemahkan sisi pengawasan ini sendiri," kata Ahmad Zabadi.

Ketiga, Kemenkop UKM ingin memperkuat koperasi dengan mengubah orientasi melalui undang-undang.

Soal tersebut, tutur Ahmad Zabadi, adalah bagaimana menggeser sudut pandang koperasi ke arah sektor riil yang langsung berkenaan dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Kebijakan ke arah itu, dia menggarisbawahi, wajib dibarengi dengan perlindungan hukum supaya operasi koperasi tidak melanggar regulasi dan nilai-nilai koperasi.

"Kami ingin ada afirmasi tegas dalam undang-undang terkait sanksi pidana untuk praktik-praktik koperasi ilegal, manipulatif yang merugikan anggota serta masyarakat," ujar Ahmad Zabadi.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang dipimpin Menteri Teten Masduki terus mendorong revisi Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Menteri Teten menilai undang-undang tersebut sudah terlalu lawas dan tidak sesuai dengan kondisi masa kini.

"Itulah yang membuat kami ingin undang-undang itu direvisi. Pemerintah harus lebih mengurus kepentingan koperasi karena ini urusan hidup orang-orang kecil," tutur Teten.

Meski begitu, pada awal Juni 2024, Teten menyampaikan bahwa revisi UU Perkoperasian tersebut sepertinya tidak dapat dituntaskan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang berakhir pada Oktober 2024 karena waktunya sangat pendek.