Jakarta (ANTARA) - Untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, menjadi negara maju, Indonesia perlu mengoptimalkan sumber-sumber pertumbuhan baru, termasuk ekonomi digital.

Dengan begitu pesatnya perkembangan teknologi dan penetrasi internet yang luar biasa, Indonesia berpeluang untuk meraih manfaat yang besar dalam ekonomi digital ke depan.

Namun, terdapat tantangan yang harus diatasi dalam pengembangan dan penguatan ekosistem keuangan digital di Indonesia, yaitu kesenjangan infrastruktur, rendahnya literasi dan edukasi keuangan, hingga ancaman keamanan siber. Oleh karena itu, perlu kolaborasi yang lebih kuat antara pemangku kepentingan.

Dalam konteks ini, Pemerintah terus berupaya untuk melakukan pengembangan ekonomi digital secara menyeluruh sebagaimana tercantum dalam Strategi Nasional Pengembangan Ekonomi Digital Indonesia 2030 dan khususnya membangun enam pilar pengembangan ekonomi digital.

Enam pilar pengembangan ekonomi digital meliputi penguatan infrastruktur, penguatan sumber daya manusia, penguatan iklim bisnis dan keamanan siber, penelitian inovasi dan pengembangan usaha, pendanaan dan investasi, serta mendorong kebijakan dan regulasi yang kredibel.

Pengembangan infrastruktur digital terus dilakukan oleh pemerintah, khususnya dari tahun 2019 hingga 2022, investasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk infrastruktur digital telah mencapai Rp75 triliun.

Menurut Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Adi Budiarso, Indonesia berkomitmen untuk investasi pada infrastruktur digital terus ke depannya.

Salah satu program unggulannya adalah pembangunan dan pengembangan Palapa Ring untuk penyiapan dan penguatan konektivitas internet di seluruh wilayah Indonesia.

Pada tahun 2024--2025, Pemerintah Indonesia juga terus berupaya untuk menyambungkan Palapa Ring hingga lastmile.


Talenta digital

Ekonomi digital tidak akan bisa maju tanpa adanya sumber daya manusia (SDM) mumpuni di bidang ini. Oleh karena itu, talenta digital perlu terus dikembangkan, antara lain, melalui peningkatan kualitas pendidikan dasar dan pendidikan tinggi, pengembangan program pendidikan dan pelatihan digital yang inklusif, serta peningkatan tingkat literasi keuangan dan ekonomi digital.

Pengembangan ekonomi digital tidak lepas dari kebutuhan atas iklim bisnis yang kondusif dibarengi dengan berbagai upaya reformasi struktural yang dilakukan oleh Pemerintah. Hal itu juga digunakan untuk memperbaiki iklim bisnis di Indonesia.

Khususnya untuk ekonomi digital, Pemerintah terus mendorong digitalisasi usaha mikro kecil menengah, mempromosikan kehadiran perusahaan rintisan (startup) teknologi baru, dan mempercepat pemanfaatan teknologi digital di sektor-sektor utama perekonomian.

Inovasi merupakan suatu akselerator dalam pengembangan ekonomi digital. Untuk itu, Pemerintah intens mendorong upaya riset dan pengembangan khususnya di sektor publik maupun privat, misalnya, dengan memberikan berbagai insentif termasuk super deduction tax untuk penelitian dan pengembangan (research and development) yang diterapkan oleh Pemerintah.

Di samping itu, ekonomi digital merupakan sektor yang membutuhkan modal yang tidak kecil. Oleh sebab itu, investasi sektor ekonomi digital sangat perlu didorong, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Dalam konteks ini, Pemerintah terus berupaya untuk mengembangkan insentif yang dapat menarik lebih banyak lagi investasi pada sektor digital.

Selain itu, Pemerintah terus mengembangkan kebijakan dan regulasi yang mendorong inovasi tetapi tetap memperhatikan perlindungan konsumen dan masyarakat kita.

Reformasi sektor keuangan dan pengembangan keuangan digital diperlukan sebagai upaya tambahan untuk mendorong penguatan regulasi di sektor keuangan.

Di dalam mewujudkan visi Indonesia maju 2045, sektor keuangan juga harus maju. Oleh karenanya, fungsi intermediasi sektor keuangan perlu diarahkan untuk menjadi sumber pembiayaan yang dalam, inovatif, efisien, stabil dan inklusif untuk mendukung pencapaian Visi Indonesia Emas tersebut.


Fintech

Revolusi industri 4.0 telah membawa kemajuan teknologi digital yang signifikan termasuk munculnya teknologi keuangan digital atau financial technology (fintech).

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Jakarta Inarno Djajadi, fintech telah menawarkan solusi keuangan yang inovatif yang mentransformasikan cara masyarakat mengelola keuangan mereka.

Dengan memanfaatkan teknologi seperti internet, mobile computing, cloud computing, big data, block chain, dan artificial intelligence (AI), fintech mampu menghadirkan layanan keuangan yang lebih baik, lebih cepat, dan juga lebih murah.

Hal itu tentunya meningkatkan efisiensi, efektivitas dan jangkauan layanan serta menciptakan produk dan layanan keuangan yang lebih inklusif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Di Indonesia perkembangan fintech semakin didukung oleh meningkatnya penggunaan teknologi digital oleh masyarakat.

Berdasarkan hasil survei penetrasi internet Indonesia tahun 2024 yang dirilis oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), tingkat penetrasi internet Indonesia telah mencapai 79,5 persen atau setara dengan 221,5 juta pengguna internet dari total populasi 278,7 juta jiwa.

Perkembangan tersebut tercermin dari nilai ekonomi digital Indonesia yang mencapai 77 miliar dolar AS pada 2022 dan diperkirakan akan mencapai 130 miliar dolar AS pada 2025.

Khusus untuk aset kripto, produk yang menjadi ikon ekosistem aset keuangan digital, telah menunjukkan perkembangan eksponensial sejak kemunculannya pada 2008.

Hingga April 2024, nilai transaksi aset kripto mencapai Rp211,10 triliun dengan jumlah pelanggan terdaftar sebanyak 20,16 juta jiwa. Nilai transaksi tertinggi pernah mencapai Rp859,4 triliun pada 2021.

Sejalan dengan perkembangan tersebut, Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen yang kuat dalam mendukung perkembangan fintech dengan mengembangkan dan memperkuat ekosistem keuangan digital nasional.

Hal itu tertuang dalam Visi Indonesia Digital 2045 yang didukung oleh tiga pilar utama, yaitu pemerintahan digital, ekonomi digital, dan juga masyarakat digital yang didukung oleh fondasi utama infrastruktur digital dan ekosistem digital nasional yang kuat. Pemerintah, OJK, dan para pemangku kepentingan juga terus meningkatkan literasi dan edukasi keuangan guna mendukung pengembangan ekonomi digital.

Pelaksanaan edukasi keuangan dalam rangka meningkatkan literasi keuangan masyarakat sangat diperlukan karena berdasarkan survei yang dilakukan oleh OJK pada 2022, indeks literasi keuangan penduduk Indonesia yaitu sebesar 49,68 persen, naik dibanding tahun 2013, 2016, dan 2019 yang masing-masing hanya 21,84 persen, 29,70 persen, dan 38,03 persen.

Literasi keuangan adalah pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang memengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan untuk mencapai kesejahteraan keuangan masyarakat.

Melalui literasi dan edukasi keuangan, masyarakat luas diharapkan dapat menentukan produk dan layanan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan. Masyarakat harus memahami dengan benar manfaat dan risiko, mengetahui hak dan kewajiban serta meyakini bahwa produk dan layanan jasa keuangan yang dipilih dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dengan mengoptimalkan perkembangan digital dan bonus demografi dibarengi dengan sinergi antarpemangku kepentingan, penguatan infrastruktur, peningkatan daya tarik investasi dalam negeri, pengembangan SDM dan kebijakan yang kredibel, serta literasi dan edukasi keuangan, niscaya Indonesia akan mampu melakukan percepatan pengembangan ekonomi digital secara menyeluruh.

Pada gilirannya, Indonesia mampu meraih manfaat yang lebih besar dari pengembangan ekonomi digital guna mencapai visi menjadi negara maju dan makmur.

Editor: Achmad Zaenal M