Jakarta (ANTARA) - Anggota Komnas Perempuan Rainy Hutabarat mendorong Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) agar memasifkan sosialisasi mengenai penghapusan diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW).

"Pihak Kementerian PPPA perlu lebih menggencarkan lagi (mengenai CEDAW)," kata Rainy dalam webinar bertajuk "40 Tahun Indonesia Menjalankan Komitmen Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan: Capaian dan Tantangan", sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube Komnas Perempuan di Jakarta, Senin.

Baca juga: Kalyanamitra: Perlu peningkatan kapasitas lembaga negara terkait CEDAW

Webinar tersebut digelar untuk memperingati Hari Ratifikasi Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) Internasional. CEDAW menyoroti pentingnya prinsip kesetaraan yang bersifat substantif dan kewajiban negara untuk menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

Adapun Indonesia meratifikasi CEDAW melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi terhadap Wanita.

Sejauh ini, menurut Rainy, pemahaman mengenai penghapusan diskriminasi terhadap perempuan di Indonesia belum optimal. Selama 40 tahun penerapan ratifikasi CEDAW, kata dia, masih terdapat diskriminasi terhadap perempuan, seperti kesempatan bekerja yang terbatas.

Baca juga: Diskriminasi terhadap pekerja perempuan terjadi hampir di semua sektor

Hal senada sebelumnya juga disampaikan oleh Wakil Ketua Yayasan Kalyanamitra sekaligus perwakilan CEDAW Working Group Indonesia Rena Herdiyani.

Rena menyampaikan, berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh pihaknya, diketahui bahwa di tingkat lembaga negara pemahaman mengenai CEDAW belum maksimal.

Rena mengatakan pemahaman mengenai CEDAW secara baik hanya dimiliki oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Dampaknya, kata dia melanjutkan, terdapat sejumlah kebijakan ataupun aturan di Indonesia yang masih memunculkan diskriminasi terhadap perempuan, seperti UU Perkawinan yang membakukan peran suami dan istri.

Baca juga: Komnas ajak keluarga jadi ruang aman dari kekerasan dan diskriminasi

"Jadi, CEDAW ini hanya dipahami eksekutif, khususnya oleh Kementerian PPPA, tetapi belum oleh kementerian/lembaga, termasuk Mahkamah Agung atau badan peradilan. Bahkan, DPR dalam pembuatan kebijakan atau undang-undang, tidak menjadikan CEDAW menjadi kerangka hukum," ujar dia.