Penegakkan hukum pencemar Citarum harus diapresiasi
25 Februari 2014 15:53 WIB
Foto udara kondisi daerah aliran sungai (DAS) Citarum di daerah Ketapang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (3/5). DAS Citarum saat ini mendapat ancaman berupa degradasi tanah, erosi, sedimentasi, banjir, serta polusi industri, yang merupakan konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan besar-besaran di tepian Citarum demi kepentingan korporasi industri. (FOTO ANTARA/Yudhi Mahatma)
Bandung (ANTARA News) - Langkah BPK RI yang melakukan audit lingkungan terhadap DAS Citarum harus diapresiasi, salah satu hasil audit itu tersebut ialah adanya penegakkan hukum terhadap 17 perusahaan yang melanggar ekosistem lingkungan.
"Aspek hukumnya, saya kira tidak perlu mengomentari. Namun setidaknya ini merupakan langkah penegakkan hukum yang perlu diapresasi. Harapannya ini akan membuat efek jera bagi para pelanggar," kata Pakar Lingkungan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Agus Jatnika Effendi, ketika dihubungi melalui telepon oleh ANTARA, Selasa.
Ketika ditanyakan tentang anggapan BPK yang menilai pemerintah daerah yang terkesan "cuci tangan" dalam persoalan lingkungan DAS Citarum, Agus menyatakan kurang sependapat dengan hal ini.
Ia menuturkan, selama ini sedikit banyak pemda sudah melakukan upaya seperti industri yang akan membuang limbahnya ke sungai harus mendapat rekomendasi atau izin dari pemerintah daerah.
"Kalau menurut saya hal ini merupakan bentuk kontrol pemda melalui badan pengelolaan lingkungan hidup (BPLHD)," kata Agus.
Selain itu, lanjut dia, dari segi aturan ataupun undang-undang yang mengatur masalah ini sudah jelas.
"Sehingga, dalam konteks ini adalah titik tekannya penegakkan hukum," ujar Agus.
Ia mengatakan, jika saat ini pemda mengklaim bahwa sumber daya manusia tentang lingkungan atau pengawasnya yang tidak banyak atau tidak mumpuni, ini merupakan kelemahan sehingga kontrolnya memang lemah.
"Memang secara konseptual peran pemerintah daerah memang ada. Terus apa yang harus dilakukan terkait dengan pemda. Jawabannya pemda harus menjalankan aturan tersebut," katanya.
Apabila hal itu tidak dilakukan, kata dia, maka pemda juga bisa dikenakan sanksi atau dipidanakan karena telah melanggar UU Nomor. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. (*)
"Aspek hukumnya, saya kira tidak perlu mengomentari. Namun setidaknya ini merupakan langkah penegakkan hukum yang perlu diapresasi. Harapannya ini akan membuat efek jera bagi para pelanggar," kata Pakar Lingkungan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Agus Jatnika Effendi, ketika dihubungi melalui telepon oleh ANTARA, Selasa.
Ketika ditanyakan tentang anggapan BPK yang menilai pemerintah daerah yang terkesan "cuci tangan" dalam persoalan lingkungan DAS Citarum, Agus menyatakan kurang sependapat dengan hal ini.
Ia menuturkan, selama ini sedikit banyak pemda sudah melakukan upaya seperti industri yang akan membuang limbahnya ke sungai harus mendapat rekomendasi atau izin dari pemerintah daerah.
"Kalau menurut saya hal ini merupakan bentuk kontrol pemda melalui badan pengelolaan lingkungan hidup (BPLHD)," kata Agus.
Selain itu, lanjut dia, dari segi aturan ataupun undang-undang yang mengatur masalah ini sudah jelas.
"Sehingga, dalam konteks ini adalah titik tekannya penegakkan hukum," ujar Agus.
Ia mengatakan, jika saat ini pemda mengklaim bahwa sumber daya manusia tentang lingkungan atau pengawasnya yang tidak banyak atau tidak mumpuni, ini merupakan kelemahan sehingga kontrolnya memang lemah.
"Memang secara konseptual peran pemerintah daerah memang ada. Terus apa yang harus dilakukan terkait dengan pemda. Jawabannya pemda harus menjalankan aturan tersebut," katanya.
Apabila hal itu tidak dilakukan, kata dia, maka pemda juga bisa dikenakan sanksi atau dipidanakan karena telah melanggar UU Nomor. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. (*)
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014
Tags: