Jakarta (ANTARA News) - Sistem politik Indonesia saat ini mengalami pergeseran dengan semakin diminatinya pemimpin-pemimpin yang populis di mata masyarakat.

Demikian hasil survei bertajuk Power Welfare and Democracy yang dilakukan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta bekerja sama dengan Universitas Oslo.

Disimpulkan bahwa terjadi pergeseran tipologi politik dari pola patronase yaitu kemunculan pemimpin-pemimpin yang didukung oleh para loyalis ke arah pola populisme.

"Pola patronase mengendur, artinya mekanisme politik kita memungkinkan tampilnya orang-orang baru yang berorientasi pada populisme," kata Rektor UGM, Pratikno, di Jakarta, Senin malam.

Menurut dia, sistem politik patronase telah berjalan pada masa Orde Baru hingga pada masa awal reformasi. Sistem ini merupakan sistem politik para tokoh besar yang didukung oleh para loyalis sejati/lingkaran elit yang sulit ditembus oleh masyarakat biasa.

Para pemimpin populis disukai rakyat karena kebijakan-kebijakannya yang disukai rakyat. Hal ini menguntungkan keterpilihannya.

Tapi di sisi lain, pemimpin populis tidak bisa menghindar dari upaya menawarkan program-program politik yang disukai rakyat. Padahal tindakan tersebut, menurut dia, belum tentu akan menghasilkan kebijakan yang baik dan dibutuhkan oleh publik.

"Populisme belum tentu berujung pada demokratis," kata dia.

Sementara, survei juga menemukan bahwa demokrasi Indonesia saat ini mengarah pada politik berbasis ketokohan terutama mereka yang menduduki jabatan publik seperti gubernur, bupati.

"Ada kecenderungan organisasi seperti parpol tidak penting dalam politik. Masyarakat justru tidak mempercayai organisasi-organisasi politik saat ini," kata dia.

Dia menambahkan, survei juga mendapati adanya calon-calon pemimpin yang memanfaatkan parpol untuk memobilisasi massa agar memilihnya. "Hanya digunakan untuk memobilisasi pemilih saat pemilu. Ketika pemilu usai, parpol pun dilupakan," kata dia.