Surabaya (ANTARA) - Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof. Dr. Moh. Nasih menyatakan perlu perbaikan sistem dalam pengajuan gelar guru besar dengan meminimalisasi peran individu dalam proses penilaian dan menggantikannya dengan sistem mesin seluruhnya.

"Saya tidak yakin pembayaran itu dilakukan untuk proses profesornya. Menurut hemat kami untuk bisa mencegah harus digitalisasi. Tidak perlu melibatkan orang untuk mencapai syarat guru besar," kata Prof. Nasih di Surabaya, Jumat.

Baca juga: Guru Besar UI: Pencapaian SDGs butuh keseimbangan ekonomi dan ekologi

Dengan demikian calon guru besar tidak perlu bertemu dengan petugas ataupun asesor untuk dinilai. Melainkan sistem yang bisa menyeleksi apakan persyaratan calon guru besar sudah memenuhi persyaratan atau tidak.

"Tidak perlu ketemu orang by orang, jadi nanti sistem bisa menyeleksi sendiri nantinya judul jurnal discontinue akan ditolak. Kemungkinan ada kasus ini karena masih melibatkan orang. Makanya perlu minimalisasi orangnya. Jadi kalau memang sudah waktunya dan memenuhi tindak perlu tanda tangan menteri bisa langsung di-print," katanya.

Dengan demikian, puncak dari sistem ini adalah dihapuskannya asesor sebagai penilai calon guru besar karena telah digantikan mesin.

"Tentunya investasi sangat besar tetapi jangan sampai ketemu orang per orang. Karena ketemu orang per orang pasti ada tidak enaknya, sungkan-nya dan lainnya," ujarnya.

Baca juga: Dewan Guru Besar UI: Ketahanan pangan penting untuk kedaulatan negara

Sementara terkait respons desakralisasi gelar profesor, menurutnya tidak akan dilakukan di lingkungan Unair. Dia mengatakan jabatan profesor atau guru besar merupakan jabatan tertinggi di bidang akademik yang pantas mendapat kehormatan.

"Kalau ada kesalahan jangan sampai merusak semuanya. Kemuliaan dan martabat harus tetap dilakukan. Bukan dengan desakralisasi tetapi memposisikan kapan gelar profesor digunakan," katanya.

Di Unair, untuk acara administratif gelar profesor tidak diperlukan. Tetapi untuk acara akademik seperti wisuda, pengukuhan guru besar maka diperlukan gelar profesor tersebut. Apalagi dalam kegiatan pengujian atau pengajaran, gelar guru besar wajar disampaikan.

"Misal urusan lainnya tidak diperlukan jika memang bukan tugas akademik kalau memang tidak ada hubungannya dengan kegiatan akademik. Jadi tidak perlu desakralisasi. Tidak semua orang bisa mencapai gelar ini, jadi salah satunya ya saringannya jangan sampai meloloskan yang belum waktunya," ujarnya.

Baca juga: Guru Besar FEB UI tawarkan solusi pengangguran Gen Z