Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama (Dirut) PT Jasamarga Jalan layang Cikampek (JJC) periode 2016—2020 Djoko Dwijono meminta majelis hakim membebaskan dirinya dari tuntutan kasus dugaan korupsi pembangunan Jalan Tol Layang Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ) Japek II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat.

"Putusan terbaik bagi saya dan keluarga adalah tentu membebaskan dari tuntutan dan denda yang diajukan jaksa penuntut umum," ucap Djoko dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan dalam usia yang menginjak 65 tahun, dirinya sebagai manusia dan seorang pensiunan memiliki ruang dan waktu yang semakin sempit dalam menjalankan sisa hidupnya.

Untuk itu, ia masih ingin berkontribusi dan mencari ladang ibadah melalui kompetensi dan profesionalisme yang dimiliki karena dirinya juga masih memiliki anak yang membutuhkan biaya sekolah.

Maka dari itu, Djoko berharap majelis hakim memberikan keputusan yang sebaik-baiknya, baik dari segi tuntutan hukuman dan pembayaran denda.

Selama 36 tahun bekerja di lingkungan PT Jasamarga (Persero) Tbk tanpa pelanggaran apapun, dirinya mengaku tak pernah terpikir dengan sengaja melanggar aturan untuk menguntungkan pihak atau korporasi lain.

"Apakah ada pihak lain yang diuntungkan? Kalau ada mengapa tidak dihadirkan pada persidangan ini?" ungkapnya.

Djoko menilai paradigma mengenai adanya persekongkolan guna mengurangi volume dan mutu konstruksi yang membuat Jalan Tol MBZ tidak aman, sehingga terdapat larangan kendaraan golongan II hingga golongan V tidak boleh lewat, tidak dapat dibuktikan karena tidak terdapat persekongkolan di antara terdakwa.

Dengan demikian, dia menyampaikan Jalan Tol MBZ sudah dinyatakan aman dan nyaman digunakan karena sudah mendapat sertifikat laik desain dan fungsi oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR.

"Jalan Tol MBZ juga telah lulus dari pemenuhan standar minimum jalan tol sesuai Peraturan Menteri PUPR Nomor 16 Tahun 2014," kata Djoko.

Sebelumnya, Djoko dituntut pidana selama empat tahun penjara dan denda senilai Rp1 miliar subsider enam bulan pidana kurungan. Ia dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama yang merugikan negara ratusan miliar rupiah.

Dengan begitu, Jaksa Penuntut Umum menilai perbuatan Djoko diatur dan diancam pidana sesuai dakwaan primer, yakni dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Mantan Dirut JJC itu diduga telah memperkaya suatu korporasi atau menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya suatu korporasi, yakni kerja sama operasi (KSO) Waskita-Acset senilai Rp367,33 miliar dan KSO Bukaka-Krakatau Steel sebesar Rp142,75 miliar.

Adapun Djoko melakukan korupsi bersama-sama dengan Ketua Panitia Lelang JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional II PT Bukaka Teknik Utama Tbk. (BUKK) Sofia Balfas, serta tenaga ahli jembatan PT LAPI Ganesatama Consulting, Tony Budianto Sihite, yang juga menjadi terdakwa.

Akibat perbuatan tersebut, keempatnya didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp510,08 miliar dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Tol MBZ.

Baca juga: Kejagung tetapkan tiga tersangka korupsi Tol Japek II
Baca juga: Kejagung tetapkan Direktur Bukaka sebagai tersangka tol Japek II MBZ
Baca juga: Kejakasaan Agung periksa 13 saksi kasus Tol Japek II