Jakarta (ANTARA) - Saksi kasus dugaan korupsi terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA), Prasetyo Nugroho, menyebutkan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh memberi perintah untuk mengabulkan kasasi perkara pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya, Jawahirul Fuad, lewat kertas coretan.

Prasetyo, yang merupakan mantan asisten Gazalba tersebut, menjelaskan kertas itu diberikan sebelum dirinya membuat resume dan advise blaad (pendapat hakim) untuk putusan perkara Jawahirul Fuad.

"Saya buat resume-nya setelah berkas perkara yang untuk baca datang," ujar Prasetyo dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Setelah berkas-berkas perkara datang, dia pun melihat berkas memori kasasi, fakta, serta keterangan saksi yang mengatakan bahwa UD Logam Jaya bukan milik Jawahirul Fuad.

Dengan demikian, berbagai keterangan dalam berkas tersebut ia jadikan bahan pertimbangan dalam resume putusan perkara yang akan dibacakan oleh majelis hakim.

Prasetyo menjelaskan dalam kasasi, Jawahirul Fuad memohon bebas dari perkara yang menimpanya dengan alasan error in persona atau kekeliruan atas orang yang diajukan sebagai terdakwa melalui surat dakwaan.

"Seingat saya itu, tetapi saya tidak pernah ikut sidang maupun musyawarah majelis hakim," tuturnya.

Dalam kasus tersebut, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total nilai Rp62,89 miliar terkait penanganan perkara di MA.

Dugaan penerimaan itu meliputi gratifikasi senilai Rp650 juta serta TPPU terdiri atas 18.000 dolar Singapura (Rp216,98 juta), Rp37 miliar, 1,13 juta dolar Singapura (Rp13,59 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2 miliar), dan Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020-2022.

Gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba terkait dengan pengurusan perkara kasasi pemilik UD Logam Jaya Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.

Uang gratifikasi itu diterima Gazalba bersama-sama dengan pengacara Ahmad Riyadh selaku penghubung antara Jawahirul dengan Gazalba pada 2022 setelah
pengucapan putusan perkara, yang mana Gazalba menerima Rp200 juta dan Ahmad Riyadh menerima uang sebesar Rp450 juta, sehingga total gratifikasi yang diterima keduanya sebesar Rp650 juta.

Selanjutnya uang hasil gratifikasi tersebut beserta uang dari penerimaan lain yang diterima Gazalba dijadikan dana untuk melakukan TPPU bersama-sama dengan kakak kandung terdakwa, Edy Ilham Shooleh dan teman dekat terdakwa, Fify Mulyani.

Dengan demikian, perbuatan Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.