YKP: Kehamilan dan persalinan usia anak miliki risiko lebih tinggi
17 Juli 2024 17:09 WIB
Paparan yang disampaikan oleh Direktur Yayasan Kesehatan Perempuan Nanda Dwinta Sari dalam webinar bertajuk "Bahaya Perkawinan Anak dan Perkawinan Anak menurut UU TPKS", di Jakarta, Rabu (17/7/2024). (ANTARA/Anita Permata Dewi)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Yayasan Kesehatan Perempuan Nanda Dwinta Sari menuturkan bahwa kehamilan dan persalinan usia anak memiliki risiko yang lebih tinggi dari kehamilan dan persalinan usia dewasa.
"Risiko biologis secara fisik, yakni anak mudah mengalami keguguran, potensi kematian ibu dan bayinya, serta infeksi menular seksual," kata Nanda Dwinta Sari dalam webinar di Jakarta, Rabu.
Kemudian anak juga kesulitan dalam proses melahirkan karena organ-organ tubuhnya belum siap untuk mengandung dan melahirkan.
"Perdarahan saat persalinan, bayi potensi lahir dengan berat badan rendah, bayi potensi lahir prematur, dan bayi mengalami kurang gizi dan gangguan pertumbuhan yang dapat menyebabkan stunting," katanya.
Sementara risiko psikologis yang mengintai kehamilan dan persalinan usia anak di antaranya gangguan kejiwaan karena stres menghadapi kehamilan, cemas dan takut, depresi dan bunuh diri.
Baca juga: Memahami tanda bahaya dan persiapan persalinan pada ibu hamil
Baca juga: Kenali gejala gangguan mental pada ibu seusai melahirkan
Kemudian risiko penelantaran pada bayi yang dilahirkan karena orang tua belum siap memiliki anak, serta risiko aborsi yang tidak aman.
"Risiko psikososial di antaranya putus sekolah, membuat malu keluarga, dikucilkan oleh masyarakat, dan risiko sulit mendapatkan kesempatan kerja," kata Nanda Dwinta Sari.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2020, menunjukkan tren penurunan pada angka kematian ibu di Indonesia.
"Namun jika dibandingkan dengan negara ASEAN, AKI di Indonesia masih tinggi," katanya.
Pihaknya menambahkan bahwa angka kematian ibu yang tinggi, salah satunya disumbang oleh tingginya perkawinan anak dan aborsi yang tidak aman.
"Di wilayah-wilayah YKP (Yayasan Kesehatan Perempuan) melakukan pelatihan kesehatan reproduksi di wilayah dengan angka kematian ibu yang tinggi, kami menemukan perkawinan anaknya tinggi," katanya.
"Risiko biologis secara fisik, yakni anak mudah mengalami keguguran, potensi kematian ibu dan bayinya, serta infeksi menular seksual," kata Nanda Dwinta Sari dalam webinar di Jakarta, Rabu.
Kemudian anak juga kesulitan dalam proses melahirkan karena organ-organ tubuhnya belum siap untuk mengandung dan melahirkan.
"Perdarahan saat persalinan, bayi potensi lahir dengan berat badan rendah, bayi potensi lahir prematur, dan bayi mengalami kurang gizi dan gangguan pertumbuhan yang dapat menyebabkan stunting," katanya.
Sementara risiko psikologis yang mengintai kehamilan dan persalinan usia anak di antaranya gangguan kejiwaan karena stres menghadapi kehamilan, cemas dan takut, depresi dan bunuh diri.
Baca juga: Memahami tanda bahaya dan persiapan persalinan pada ibu hamil
Baca juga: Kenali gejala gangguan mental pada ibu seusai melahirkan
Kemudian risiko penelantaran pada bayi yang dilahirkan karena orang tua belum siap memiliki anak, serta risiko aborsi yang tidak aman.
"Risiko psikososial di antaranya putus sekolah, membuat malu keluarga, dikucilkan oleh masyarakat, dan risiko sulit mendapatkan kesempatan kerja," kata Nanda Dwinta Sari.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2020, menunjukkan tren penurunan pada angka kematian ibu di Indonesia.
"Namun jika dibandingkan dengan negara ASEAN, AKI di Indonesia masih tinggi," katanya.
Pihaknya menambahkan bahwa angka kematian ibu yang tinggi, salah satunya disumbang oleh tingginya perkawinan anak dan aborsi yang tidak aman.
"Di wilayah-wilayah YKP (Yayasan Kesehatan Perempuan) melakukan pelatihan kesehatan reproduksi di wilayah dengan angka kematian ibu yang tinggi, kami menemukan perkawinan anaknya tinggi," katanya.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024
Tags: