Jakarta (ANTARA) - Profesor Riset dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aan Johan Wahyudi menekankan urgensi pemantauan variabilitas karbon untuk mendukung pembangunan ekonomi biru yang berkelanjutan di Indonesia.

"Riset ini menawarkan strategi berbasis alam untuk mitigasi perubahan iklim, yang tidak hanya membantu menurunkan emisi karbon, tetapi juga meningkatkan pemanfaatan potensi ekonomi laut Indonesia," kata Aan dalam orasi ilmiahnya di Sidang Terbuka Pengukuhan Profesor Riset BRIN di Jakarta, Rabu.

Baca juga: BRIN paparkan urgensi teknologi formulasi-ekstrusi bagi agroindustri

Aan menyebutkan variabilitas faktor iklim seperti El Niño dan Indian Ocean Dipole (IOD) berpengaruh signifikan pada variabilitas biogeokimia laut.

Untuk itu, kata dia, pemahaman mendalam tentang siklus biogeokimia karbon, menurutnya sangat penting untuk upaya mitigasi perubahan iklim dan penurunan emisi karbon.

"Prakiraan variabilitas biogeokimia di masa depan membantu mitigasi risiko ekstrim seperti marak alga berbahaya dan hipoksia, serta meningkatkan pemanfaatan potensi ekonomi biru laut Indonesia," ujarnya.

Aan mengungkapkan hasil penelitiannya, yang menunjukkan bahwa asimilasi karbon padang lamun di Indonesia mencapai 8,40 Mg C (Megagram Karbon)/ha/tahun dengan total cadangan karbon pada biomassa mencapai 5,99 Mg C/ha.

Baca juga: BRIN kukuhkan empat orang profesor riset baru

Emisi dari perubahan lahan padang lamun nasional diperkirakan sekitar 0,46 Mg CO2/ha/tahun. Proses pompa biologis karbon memindahkan sekitar 9,99 Tg C (Teragram Karbon)/tahun dari kolom air ke sedimen pesisir Indonesia.

Hal tersebut, kata dia, bisa menjadi potensi untuk diimplementasikan menjadi konservasi padang lamun, yang peran kunci dalam menurunkan emisi karbon, dengan potensi kontribusi hingga 11,3 persen.

"Kegiatan konservasi padang lamun sangat potensial untuk digunakan sebagai kredit karbon," ucapnya

Menurut Aan, kesadaran akan hubungan erat antara siklus biogeokimia karbon dan kesehatan ekosistem laut dapat memotivasi tindakan kolektif dari pengambil kebijakan hingga masyarakat.

Untuk itu, ia menekankan kolaborasi antara ilmuwan, pemerintah, dan masyarakat penting untuk diwujudkan dalam menghadapi tantangan mendatang dan menjaga keberlanjutan ekosistem laut Indonesia.

Baca juga: Peneliti soroti tantangan penginderaan jauh estimasi karbon di lamun