BPKN minta BPOM segera sosialisasi kebijakan pelabelan BPA
17 Juli 2024 16:05 WIB
Ilustrasi - Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat air minum dalam kemasan di Jakarta, Selasa (21/4/2020). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
Jakarta (ANTARA) - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) meminta Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) segera mensosialisasikan kebijakan pelabelan Bisphenol A (BPA) kepada masyarakat luas.
Ketua BPKN Muhammad Mufti Mubarok menyatakan tiga bulan sejak terbitnya revisi Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 diberlakukan, yang mewajibkan produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) mencantumkan label peringatan bahaya (BPA) pada galon air minum berbahan plastik polikarbonat, jenis galon bermerek yang banyak di pasaran, mayoritas masyarakat masih belum menyadari adanya peraturan tersebut.
"Kami sangat terbantu dengan adanya kebijakan pelabelan BPA ini. Konsumen akhirnya bisa memilih produk yang lebih aman," ujar Mufti dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
BPKN, tambahnya, telah lama menyoroti kandungan BPA yang berpotensi berbahaya dalam kemasan plastik polikarbonat, mulai dari kandungannya, kontaminasi ke air, hingga distribusi dan penyimpanan di retail.
Namun, pihaknya menyayangkan bahwa gaung regulasi baru tersebut belum terdengar di masyarakat.
Menurut dia, kemungkinan pertama BPOM agak kesulitan karena pelaku usaha belum siap karena proses produksi tersebut bahan bakunya impor.
"Kalau diterapkan secepat mungkin bisa kelimpungan, maka itu diberi waktu tenggat sampai empat tahun. Walau begitu, semua harus tetap bergerak. Baik regulator maupun produsen sudah harus mulai melaksanakan atau mempersiapkan implementasi peraturan ini," katanya.
Ia menekankan pentingnya BPOM segera melakukan sosialisasi dan kampanye secara masif, terutama kepada asosiasi air minum kemasan, selain itu perlu adanya petunjuk teknis atau peraturan turunan untuk membantu produsen mengimplementasikan perubahan ini .
Mufti juga mengakui bahwa dengan banyaknya jumlah produsen air minum dalam kemasan (AMDK), akan sulit menerapkan peraturan tersebut tanpa adanya sosialisasi yang baik.
"Empat tahun itu kan panjang, ada waktu. Jadi paling tidak harus ada satu brand terkenal yang mulai, sehingga nantinya diikuti perusahaan air minum di daerah. Harus ada satu contoh produk yang sudah mematuhi peraturan ini, sehingga yang lain bisa ikut," ujarnya.
Menurut dia, BPOM sebaiknya menunjuk brand besar untuk memulai pelabelan tersebut karena jika tidak dimulai maka tidak akan selesai.
BPKN, lanjutnya, siap untuk membantu BPOM dalam menggaungkan regulasi tersebut di seluruh Indonesia, apalagi lembaga itu memiliki LPKSM di seluruh wilayah, ada komunitas di kampus dan sekolah.
"Semua siap digerakkan agar edukasi lebih terstruktur, sistemik, dan masif,” katanya.
Pada 1 April 2024, BPOM mengesahkan penambahan dua pasal pada Peraturan tentang Label Pangan Olahan, yaitu kewajiban pencantuman label cara penyimpanan air minum kemasan (Pasal 48a) dan kewajiban pencantuman label peringatan risiko BPA pada semua galon air minum yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat (Pasal 61A).
Pasal 61A menyebutkan, Air minum dalam kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat wajib mencantumkan tulisan ‘dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan’ pada label.
Peraturan memberi waktu tenggang empat tahun bagi produsen galon air minum untuk menyesuaikan diri
Baca juga: BPOM ingatkan agar kadar bromat pada AMDK tidak lebihi batas
Baca juga: Pakar bantah kemasan AMDK berbahan polikarbonat sebabkan anak autis
Ketua BPKN Muhammad Mufti Mubarok menyatakan tiga bulan sejak terbitnya revisi Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 diberlakukan, yang mewajibkan produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) mencantumkan label peringatan bahaya (BPA) pada galon air minum berbahan plastik polikarbonat, jenis galon bermerek yang banyak di pasaran, mayoritas masyarakat masih belum menyadari adanya peraturan tersebut.
"Kami sangat terbantu dengan adanya kebijakan pelabelan BPA ini. Konsumen akhirnya bisa memilih produk yang lebih aman," ujar Mufti dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
BPKN, tambahnya, telah lama menyoroti kandungan BPA yang berpotensi berbahaya dalam kemasan plastik polikarbonat, mulai dari kandungannya, kontaminasi ke air, hingga distribusi dan penyimpanan di retail.
Namun, pihaknya menyayangkan bahwa gaung regulasi baru tersebut belum terdengar di masyarakat.
Menurut dia, kemungkinan pertama BPOM agak kesulitan karena pelaku usaha belum siap karena proses produksi tersebut bahan bakunya impor.
"Kalau diterapkan secepat mungkin bisa kelimpungan, maka itu diberi waktu tenggat sampai empat tahun. Walau begitu, semua harus tetap bergerak. Baik regulator maupun produsen sudah harus mulai melaksanakan atau mempersiapkan implementasi peraturan ini," katanya.
Ia menekankan pentingnya BPOM segera melakukan sosialisasi dan kampanye secara masif, terutama kepada asosiasi air minum kemasan, selain itu perlu adanya petunjuk teknis atau peraturan turunan untuk membantu produsen mengimplementasikan perubahan ini .
Mufti juga mengakui bahwa dengan banyaknya jumlah produsen air minum dalam kemasan (AMDK), akan sulit menerapkan peraturan tersebut tanpa adanya sosialisasi yang baik.
"Empat tahun itu kan panjang, ada waktu. Jadi paling tidak harus ada satu brand terkenal yang mulai, sehingga nantinya diikuti perusahaan air minum di daerah. Harus ada satu contoh produk yang sudah mematuhi peraturan ini, sehingga yang lain bisa ikut," ujarnya.
Menurut dia, BPOM sebaiknya menunjuk brand besar untuk memulai pelabelan tersebut karena jika tidak dimulai maka tidak akan selesai.
BPKN, lanjutnya, siap untuk membantu BPOM dalam menggaungkan regulasi tersebut di seluruh Indonesia, apalagi lembaga itu memiliki LPKSM di seluruh wilayah, ada komunitas di kampus dan sekolah.
"Semua siap digerakkan agar edukasi lebih terstruktur, sistemik, dan masif,” katanya.
Pada 1 April 2024, BPOM mengesahkan penambahan dua pasal pada Peraturan tentang Label Pangan Olahan, yaitu kewajiban pencantuman label cara penyimpanan air minum kemasan (Pasal 48a) dan kewajiban pencantuman label peringatan risiko BPA pada semua galon air minum yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat (Pasal 61A).
Pasal 61A menyebutkan, Air minum dalam kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat wajib mencantumkan tulisan ‘dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan’ pada label.
Peraturan memberi waktu tenggang empat tahun bagi produsen galon air minum untuk menyesuaikan diri
Baca juga: BPOM ingatkan agar kadar bromat pada AMDK tidak lebihi batas
Baca juga: Pakar bantah kemasan AMDK berbahan polikarbonat sebabkan anak autis
Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024
Tags: