Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian merumuskan sejumlah kesepakatan dan kebijakan penyempurnaan untuk menangani serta menyelesaikan permasalahan beras impor dari Vietnam.

Kebijakan itu dirumuskan melalui pembahasan yang dilakukan Ditjen Bea dan Cukai (BC) Kemenkeu, Ditjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kemendag dan Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) Kementan, serta berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perindustrian dan Badan Karantina Pertanian.

Berdasarkan keterangan pers Kemendag yang diterima di Jakarta, Kamis, diketahui berapa pokok-pokok kebijakan bersama yang telah disepakati dan diputuskan yakni permasalahan yang terkait dengan protes/info/masukan dari beberapa pedagang di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) tentang beredarnya beras medium asal Vietnam di PIBC dinyatakan sudah selesai.

Berdasarkan pengujian Laboratorium Pusat Pengujian Mutu Barang (PPMB) dan Sucofindo serta keterangan dari pakar beras IPB diperoleh hasil bahwa beras yang berasal dari PIBC yang ditengarai adalah beras medium dapat dipastikan adalah beras premium.

Terkait dengan ditemukannya tiga shipment (32 container) beras impor ilegal asal Vietnam 7 Februari 2014 silam, Ditjen BC menyimpulkan telah terjadi kesalahan dan pelanggaran dalam pelaksanaan impor beras tersebut dan dilakukan proses hukum oleh Ditjen BC sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.

Sementara terkait dengan kebijakan penyempurnaan atas sistem penanganan importasi beras disepakati yakni pengetatan persyaratan perijinan dengan melakukan penyempurnaan ketentuan PerMendag Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras.

Penyempurnaan PerMendag itu antara lain untuk melakukan impor beras wajib mendapatkan penetapan sebagai Importir Terdaftar (IT) dan Importir Produsen (IP), berbeda dengan pengaturan sebelumnya mengunakan Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK).

Untuk mendapatkan penetapan sebagai IT dan IP pun diwajibkan terlebih dahulu verifikasi lapangan. Selain itu persyaratan untuk menjadi IT-Beras wajib melampirkan API-U Section/bagian II sesuai sistem klasifikasi barang, dan surat pernyataan bermaterai bahwa tidak berafiliasi atau mempunyai hubungan kepemilikan dengan perusahaan lain di bidang beras. Rekomendasi dan Persetujuan Impor juga akan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan, dimana formatnya mencantumkan nama dan alamat importir, jenis beras, surat keterangan kemurnian varietas, volume beras per pelabuhan tujuan, tingkat kepecahan, pos tariff/HS, merek, berat kemasan, negara asal, pelabuhan muat, pelabuhan tujuan dan masa berlaku Rekomendasi dan Persetujuan Impor.

Pemerintah juga akan mewajibkan surveyor melakukan verifikasi terhadap seluruh elemen data yang ada dalam Rekomendasi dan Persetujuan Impor dan menuangkan ke dalam Laporan Surveyor (LS), serta wajib melakukan verifikasi atau penelusuran teknis di negara asal.

Lebih jauh pemerintah juga akan melakukan otomasi sistem terhadap Rekomendasi dan Perijinan Impor melalui Portal INSW (Indonesia National Single Window), dengan menyediakan fasilitas di Portal INSW dan interface di Ditjen PPHP.

Perihal penyelesaian segala permasalahan dan potensi masalah yang mungkin terjadi di tataran operasional di lapangan, disepakati untuk dilakukan forum pembahasan bersama antara lima instansi terkait.

Pemerintah menyatakan, dengan upaya penyelesaian permasalahan beras impor dari Vietnam ini, Pemerintah tetap menjaga kepastian perijinan impor, kelancaran arus barang, perlindungan pasar domestik, ketersediaan pasokan beras dan stabilisasi harga.(*)