Jakarta (ANTARA News) - Bocornya data penyadapan National Security Agency (NSA) atas Biro Hukum Mayern Brown menjadi bukti nyata bahwa asing ingin menjatuhkan industri rokok kretek nasional, kata Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana.
"Tidak hanya percakapan presiden dan istana negara yang disadap intel asing. Soal rokok kretek pun, Amerika Serikat juga menyadap. Bocornya data penyadapan Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) atas Biro Hukum Mayern Brown mengungkapkan hal itu. Mayer Brown adalah penasehat hukum RI di World Trade Organization (WTO) dalam sengketa ekspor rokok kretek ke Amerika Serikat," katanya kepada pers di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan dengan mengetahui strategi Mayern Brown, maka tim legal Amerika bisa menyusun strategi agar menang melawan Indonesia dalam di sidang di WTO. Jika menang, maka AS bisa leluasa menjalankan undang-undang anti rokok kretek di negerinya.
"Disodori data penyadapan dari Australia akhirnya Amerika menerima, ini strategi untuk menang". Padahal, WTO melalui Dispute Settlement Understanding (DSU) pada 2012 telah memenangkan gugatan Indonesia terhadap larangan perdagangan rokok kretek di AS. Namun AS tetap membandel dengan tidak mencabut regulasi tersebut. Indonesiapun menggugat lagi AS pada Agustus 2013 lalu, dan menang lagi.
Dalam putusannya, DSU menyatakan aturan anti kretek yang dinamakan Federal Food, Drugs and Cosmetic Act Amerika Serikat merupakan kebijakan diskriminatif. Kebijakan tersebut bertentangan dengan Perjanjian WTO Technical Barrier to Trade.
Hikmahanto menambahkan penerapan regulasi anti rokok kretek lebih menjurus pada kepentingan dagang ketimbang sekedar masalah kesehatan. Pasalnya, AS punya tembakau putih yang juga ingin diserap banyak pembeli di negaranya, karena itu AS ingin mendepak kretek. "Mereka ingin tembakau putih ada pembelinya," tambahnya.
Ia menyatakan bukan kali ini saja asing ingin mempengaruhi jatuhnya industri kretek nasional. Salah satu cara bentuk asing merongrong adalah dengan menerapkan kampanye kesehatan lewat perjanjian Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) lewat World Health Organization (WHO).
Karena itu, perspektif pemerintah harus holistik. "Perjanjian internasional harus hati-hati dilihat kepentingannya, negara mana yang merupakan produsen dan konsumen tembakau. Jika tidak, mereka bisa mengendalikan industri kita lewat berbagai aturan," tambahnya.
(Z003/B012)
Pengamat: asing ancam keberlangsungan kretek nasional
20 Februari 2014 19:23 WIB
Ilustrasi. Pekerja melakukan kegiatan melinting dan membuat rokok kretek. (FOTO ANTARA/Audy Alwi)
Pewarta: Zita Meirina
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014
Tags: