Penegakan hukum keimigrasian pada semester satu 2024 naik 166 persen
16 Juli 2024 20:14 WIB
Arsip foto - Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkumham Silmy Karim menjawab pertanyaan wartawan saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (28/6/2024). ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/Spt/pri.
Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI melaporkan bahwa penegakan hukum keimigrasian pada semester satu tahun 2024 naik 166 persen dibanding tahun sebelumnya.
Sepanjang bulan Januari hingga Juni tahun ini, Imigrasi memroses pidana 77 orang. Sementara itu, pada periode yang sama di tahun 2023, terdapat 29 orang yang menjadi tersangka dalam tindak pidana keimigrasian.
"Tidak hanya WNA yang kami proses pidana, ada juga WNI. Ancaman hukuman terberat-nya penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp1,5 miliar," kata Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Selasa.
Silmy menjelaskan, tersangka yang dijerat ancaman penjara dan denda tersebut diduga melanggar Pasal 120 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, atas percobaan tindak pidana penyelundupan manusia.
Baca juga: Imigrasi siapkan opsi aturan keimigrasian akomodasi "family office"
Baca juga: Imigrasi: Dalam kasus seperti Firli Bahuri, paspor ditarik
Baca juga: Silmy: Globalisasi sebabkan keimigrasian tak bisa hanya andalkan APBN
Kasus tersebut, terang dia, ditangani oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Medan, Sumatera Utara dan Kantor Imigrasi Kelas II TPI Entikong, Kalimantan Barat.
"Penyelundupan manusia menjadi isu global yang kompleks dan berbahaya, dengan dampak yang luas bagi korban, masyarakat, dan negara. Ancaman ini tidak hanya datang dari luar negeri, tetapi juga dari dalam negeri. Ini yang kita waspadai," kata Silmy.
Lebih lanjut, Silmy menguraikan bahwa dari 77 orang tersebut, 29 berkas perkara telah dinyatakan lengkap atau P21 dan enam di antaranya merupakan kasus tindak pidana ringan.
Sementara itu, dari 77 kasus, 32 di antaranya merupakan pidana atas pelanggaran Pasal 119 Undang-Undang Keimigrasian, dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun dan atau denda paling banyak Rp500 juta.
Pasal tersebut menjerat orang asing dengan dokumen perjalanan dan visa yang sudah tidak lagi berlaku atau memiliki dokumen perjalanan palsu.
"Saya instruksikan kepada semua jajaran untuk menggiatkan operasi secara berkala, perkuat sinergisitas dengan APH (aparat penegak hukum) lain. Jangan beri celah orang asing untuk berbuat kriminal di negara kita," tandas Silmy.
Sepanjang bulan Januari hingga Juni tahun ini, Imigrasi memroses pidana 77 orang. Sementara itu, pada periode yang sama di tahun 2023, terdapat 29 orang yang menjadi tersangka dalam tindak pidana keimigrasian.
"Tidak hanya WNA yang kami proses pidana, ada juga WNI. Ancaman hukuman terberat-nya penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp1,5 miliar," kata Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Selasa.
Silmy menjelaskan, tersangka yang dijerat ancaman penjara dan denda tersebut diduga melanggar Pasal 120 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, atas percobaan tindak pidana penyelundupan manusia.
Baca juga: Imigrasi siapkan opsi aturan keimigrasian akomodasi "family office"
Baca juga: Imigrasi: Dalam kasus seperti Firli Bahuri, paspor ditarik
Baca juga: Silmy: Globalisasi sebabkan keimigrasian tak bisa hanya andalkan APBN
Kasus tersebut, terang dia, ditangani oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Medan, Sumatera Utara dan Kantor Imigrasi Kelas II TPI Entikong, Kalimantan Barat.
"Penyelundupan manusia menjadi isu global yang kompleks dan berbahaya, dengan dampak yang luas bagi korban, masyarakat, dan negara. Ancaman ini tidak hanya datang dari luar negeri, tetapi juga dari dalam negeri. Ini yang kita waspadai," kata Silmy.
Lebih lanjut, Silmy menguraikan bahwa dari 77 orang tersebut, 29 berkas perkara telah dinyatakan lengkap atau P21 dan enam di antaranya merupakan kasus tindak pidana ringan.
Sementara itu, dari 77 kasus, 32 di antaranya merupakan pidana atas pelanggaran Pasal 119 Undang-Undang Keimigrasian, dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun dan atau denda paling banyak Rp500 juta.
Pasal tersebut menjerat orang asing dengan dokumen perjalanan dan visa yang sudah tidak lagi berlaku atau memiliki dokumen perjalanan palsu.
"Saya instruksikan kepada semua jajaran untuk menggiatkan operasi secara berkala, perkuat sinergisitas dengan APH (aparat penegak hukum) lain. Jangan beri celah orang asing untuk berbuat kriminal di negara kita," tandas Silmy.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024
Tags: