"Kita tidak bisa tiba-tiba melarang perokok untuk berhenti merokok, itu sangat sulit. Fokus pada pengurangan bahaya tembakau dan menghormati hak asasi manusia perlu menjadi prioritas," kata Mukmin melalui keterangan di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Menkes: Beban kesehatan negara akibat rokok lebih gede dari pendapatan
"Dari empat pilar tersebut dirumuskan menjadi tiga strategi intervensi. Pertama, program berhenti merokok komprehensif dengan memberikan akses konseling dan produk tembakau alternatif," ujarnya.
Strategi kedua, kata Mukmin, kebijakan bebas asap rokok di instalasi militer. Ketiga, kampanye pendidikan melalui program sadar risiko kesehatan akibat merokok serta promosi budaya bebas rokok.
Baca juga: Lentera Anak minta komitmen tegas pemerintah lindungi anak dari rokok
Terkait hal tersebut Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Hari Prasetiyo menjelaskan proses pembuatan kebijakan harus mempertimbangkan antara manfaat dan risiko, serta pentingnya naskah akademik, seperti hasil kajian ilmiah, supaya memiliki dasar hukum yang kuat.
Oleh sebab itu, ia menilai pemerintah wajib menginformasikan manfaat dan risiko produk tembakau alternatif agar perokok dewasa bisa tahu dan punya kebebasan untuk memilih.
Baca juga: UI: Risiko rokok elektrik dapat lebih tinggi dari rokok konvensional