Kejati Sulsel luncurkan keadilan restoratif mandiri
16 Juli 2024 17:50 WIB
Suasana ekspose perkara restoratif justice (RJ) atau keadilan restoratif secara mandiri melalui hybrid di Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Selasa (16/7/2024). ANTARA/HO-Dokumentasi Kejati Sulsel.
Makassar (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan meluncurkan pilot project pelaksanaan restoratif justice (RJ) atau keadilan restoratif secara mandiri dan mendapat apresiasi dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung dalam desentralisasi pengendalian dan pengawasan penyelesaian perkara.
"Pelaksanaan RJ yang dilakukan secara mandiri ini dimaksud agar dapat langsung diputuskan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dengan tetap mempedomani petunjuk teknis dan berbagai ketentuan yang berlaku," ujar Kajati Sulsel Agus Salim saat ekspose secara hybrid di Kantor Kejati Sulsel di Makassar, Selasa.
Sebab sebelumnya, pengajuan RJ mesti meminta persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) berkaitan perkara, namun dengan diluncurkannya keadilan restoratif mandiri, maka pihak Kejati Sulsel bisa langsung memutuskan.
"Tentunya ini senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip utama restoratif justice sebagai penegakan hukum humanis yang bertitik tolak pada upaya-upaya pemulihan dan menciptakan tata tertib dalam kehidupan bermasyarakat," paparnya menjelaskan.
Dari ekspose perkara yang dimohonkan RJ tercatat ada empat perkara. Agus memutuskan tiga perkara disetujui untuk dilaksanakan keadilan restorasi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jeneponto dan Luwu, sedangkan satu perkara pada Kejari Pinrang ditolak.
Untuk permohonan RJ Kejari Jeneponto yakni tindak pidana penadahan melanggar pasal 480 ayat 1 KUHPidana dilakukan tersangka Rajja Daeng Lea (33) terhadap korban Adi Daeng Mandrang (23). Perkara kedua, tindak pidana penganiayaan melanggar pasal 351 Ayat (1) KUHPidana dilakukan tersangka Haris (49) terhadap korban Mansur (57).
Alasan permohonan RJ pada kedua perkara ini, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman tidak lebih lima tahun serta ada kesepakatan damai tanpa syarat.
Permohonan RJ dari Kejari Luwu satu perkara yakni tindak pidana penadahan melanggar pasal 480 ayat 1 KUHPidana dilakukan tersangka Hasanuddin (34) terhadap korban Ramlah (48). Alasan permohonan RJ baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman tidak lebih lima tahun dan ada kesepakatan damai tanpa syarat.
Dan Kejari Pinrang mengajukan satu perkara permohonan RJ atas tindak pidana kecelakaan lalu lintas di Jalan Raya, melanggar pasal 310 ayat 4 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nomor 22 tahun 2009 oleh tersangka Kaharuddin (43) terhadap korban Almarhum H Napang (91 Tahun).
Alasan pengajuan RJ, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan di ancaman pidana penjara paling lama enam tahun, namun memenuhi persyaratan sesuai Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: 01/E/EJP/02/22022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif pada huruf E angka 2 c.
Tersangka juga memberikan bantuan uang duka kepada keluarga korban sebesar Rp10 juta sebagaimana tersebut dalam kuitansi per tanggal 22 Februari 2024 serta telah meminta maaf kepada keluarga korban. Bahkan mengantar korban ke puskemas saat kejadian. Pihak keluarga memaafkan tersangka dan tidak keberatan proses hukum dihentikan.
"Keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan," kata Agus menekankan.
Baca juga: Artis Fuji dan Batara tak sepakat pakai jalur keadilan restoratif
Baca juga: Ketua MPR dorong Jampidum optimalisasikan keadilan restoratif
"Pelaksanaan RJ yang dilakukan secara mandiri ini dimaksud agar dapat langsung diputuskan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dengan tetap mempedomani petunjuk teknis dan berbagai ketentuan yang berlaku," ujar Kajati Sulsel Agus Salim saat ekspose secara hybrid di Kantor Kejati Sulsel di Makassar, Selasa.
Sebab sebelumnya, pengajuan RJ mesti meminta persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) berkaitan perkara, namun dengan diluncurkannya keadilan restoratif mandiri, maka pihak Kejati Sulsel bisa langsung memutuskan.
"Tentunya ini senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip utama restoratif justice sebagai penegakan hukum humanis yang bertitik tolak pada upaya-upaya pemulihan dan menciptakan tata tertib dalam kehidupan bermasyarakat," paparnya menjelaskan.
Dari ekspose perkara yang dimohonkan RJ tercatat ada empat perkara. Agus memutuskan tiga perkara disetujui untuk dilaksanakan keadilan restorasi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jeneponto dan Luwu, sedangkan satu perkara pada Kejari Pinrang ditolak.
Untuk permohonan RJ Kejari Jeneponto yakni tindak pidana penadahan melanggar pasal 480 ayat 1 KUHPidana dilakukan tersangka Rajja Daeng Lea (33) terhadap korban Adi Daeng Mandrang (23). Perkara kedua, tindak pidana penganiayaan melanggar pasal 351 Ayat (1) KUHPidana dilakukan tersangka Haris (49) terhadap korban Mansur (57).
Alasan permohonan RJ pada kedua perkara ini, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman tidak lebih lima tahun serta ada kesepakatan damai tanpa syarat.
Permohonan RJ dari Kejari Luwu satu perkara yakni tindak pidana penadahan melanggar pasal 480 ayat 1 KUHPidana dilakukan tersangka Hasanuddin (34) terhadap korban Ramlah (48). Alasan permohonan RJ baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman tidak lebih lima tahun dan ada kesepakatan damai tanpa syarat.
Dan Kejari Pinrang mengajukan satu perkara permohonan RJ atas tindak pidana kecelakaan lalu lintas di Jalan Raya, melanggar pasal 310 ayat 4 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nomor 22 tahun 2009 oleh tersangka Kaharuddin (43) terhadap korban Almarhum H Napang (91 Tahun).
Alasan pengajuan RJ, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan di ancaman pidana penjara paling lama enam tahun, namun memenuhi persyaratan sesuai Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: 01/E/EJP/02/22022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif pada huruf E angka 2 c.
Tersangka juga memberikan bantuan uang duka kepada keluarga korban sebesar Rp10 juta sebagaimana tersebut dalam kuitansi per tanggal 22 Februari 2024 serta telah meminta maaf kepada keluarga korban. Bahkan mengantar korban ke puskemas saat kejadian. Pihak keluarga memaafkan tersangka dan tidak keberatan proses hukum dihentikan.
"Keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan," kata Agus menekankan.
Baca juga: Artis Fuji dan Batara tak sepakat pakai jalur keadilan restoratif
Baca juga: Ketua MPR dorong Jampidum optimalisasikan keadilan restoratif
Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2024
Tags: