Pada akhir perdagangan Selasa, rupiah merosot 10 poin atau 0,06 persen menjadi Rp16.180 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.170 per dolar AS.
"Hal yang mendasari penguatan mata uang dolar AS saat ini adalah pelaku pasar yang memperkirakan kemungkinan 100 persen bahwa suku bunga The Fed akan turun setidaknya 25 basis poin ketika Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) bertemu pada 18 September mendatang," kata analis ICDX Taufan Dimas Hareva di Jakarta, Selasa.
Di sisi gejolak politik, dolar AS juga mendapatkan keuntungan dari kasus penembakan pada Donald Trump saat berkampanye di Pennsylvania.
Para pakar politik berpendapat bahwa kasus penembakan tersebut meningkatkan peluang kemenangan Trump atas Jo Biden dan hal itu memberi dukungan terhadap mata uang dolar AS, karena Trump mengisyaratkan niatnya untuk memberlakukan kebijakan perdagangan yang lebih proteksionis.
Di sisi lain, data pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang beragam turut menekan kinerja mata uang rupiah.
Biro Statistik Nasional (NBS) pada Senin melaporkan ekonomi Tiongkok tumbuh 4,7 persen sepanjang tahun pada kuartal II-2024, dibandingkan dengan ekspansi 5,3 persen pada kuartal pertama, secara kuartalan, Produk Domestik Bruto (PDB) Tiongkok naik 0,7 persen pada kuartal II-2024 versus 1,5 persen yang tercatat pada kuartal sebelumnya. Prakiraan pasar adalah untuk mencetak 1,1 persen.
Selain itu, penjualan ritel Juni Tiongkok yoy, naik 2 persen versus 3,1 persen yang diharapkan dan 3,7 persen sebelumnya sementara produksi ondustri negara itu berada di 5,3 persen yoy dibandingkan 5 persen estimasi dan 5,6 persen di bulan Mei 2024. Hal tersebut menunjukkan melemahnya pertumbuhan ekonomi di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.
Baca juga: Rupiah tertekan setelah rilis pertumbuhan China yang lebih rendah
Baca juga: Rupiah merosot di tengah isu politik penembakan calon presiden AS