Benih ikan di Bantul mati terkena abu vulkanis
19 Februari 2014 22:58 WIB
Lahar Dingin Kelud Warga melihat kondisi Jembatan Pondok Agung yang rusak di Siman, Kediri, Jawa Timur, Rabu (19/2). Hujan deras yang mengguyur puncak Gunung Kelud pada Selasa (18/2) sore, berimbas pada meluncurnya lahar dingin dan merobohkan sebagian dinding Waduk Siman. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean) ()
Bantul (ANTARA News) - Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencatat sebanyak 165.550 ekor benih ikan di wilayah setempat mati pascahujan abu vulkanis akibat erupsi Gunung Kelud.
"Data yang masuk ke dinas sampai hari ini (Rabu), kematian benih ikan akibat hujan abu vulkanis sebanyak 165.550 ekor, baik benih lele dan gurami," kata Kepala Bidang (Kabid) Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bantul Subiyanto Hadi, Rabu.
Menurut dia, akibat kematian ratusan ribu benih ikan itu, kelompok pembudidaya yang menjadi korban bencana alam tersebut mengalami kerugian materiil yang ditaksir totalnya sebesar Rp50 juta.
Ia mengatakan terdapat lima kelompok usaha pembenihan rakyat (UPR) yang menjadi korban bencana tersebut, yakni masing-masing kelompok di wilayah Kecamatan Jetis, Pundong, Srandakan, Pandak dan Kercamatan Sewon.
"Kematian ikan ini hanya terjadi pada benih lele dan gurami yang berumur antara satu hingga tiga minggu, namun untuk ikan yang sudah siap konsumsi atau berusia diatas dua bulan masih bisa bertahan," katanya.
Menurut dia, kematian benih ikan ini akibat air kolam yang terkena hujan abu vulkanis pekat, dan menyulitkan ikan terutama yang masih kecil kesulitan bernafas, sehingga menyebabkan kematian.
Untuk mencegah kematian yang semakin banyak, kata dia pihaknya menyarankan kepada pemilik kolam budidaya ikan untuk mengganti air kolam dengan air jernih, atau menambah air untuk mengurangi kepekatan air akibat abu itu.
"Bagi yang belum mengganti air kolam pascahujan abu ini, kami imbau pembudidaya supaya cepat mengganti air kolam, karena dari data itu rata-rata kematian benih akibat terlambat atau tidak sempat ganti air," katanya.
Ia mengatakan di Bantul terdapat sebanyak 847 kelompok pembudidaya perikanan, sehingga sangat mungkin data kematian bisa bertambah, sehingga pihaknya masih menunggu data kematian yang belum dilaporkan.
"Untuk sementara ini kami baru sebatas melakukan pendataan, untuk selanjutnya kami belum tahu, jadi kami masih menerima data hingga satu minggu sejak bencana itu, untuk kemudian dilaporkan ke Bupati," katanya.
(KR-HRI/M008)
"Data yang masuk ke dinas sampai hari ini (Rabu), kematian benih ikan akibat hujan abu vulkanis sebanyak 165.550 ekor, baik benih lele dan gurami," kata Kepala Bidang (Kabid) Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bantul Subiyanto Hadi, Rabu.
Menurut dia, akibat kematian ratusan ribu benih ikan itu, kelompok pembudidaya yang menjadi korban bencana alam tersebut mengalami kerugian materiil yang ditaksir totalnya sebesar Rp50 juta.
Ia mengatakan terdapat lima kelompok usaha pembenihan rakyat (UPR) yang menjadi korban bencana tersebut, yakni masing-masing kelompok di wilayah Kecamatan Jetis, Pundong, Srandakan, Pandak dan Kercamatan Sewon.
"Kematian ikan ini hanya terjadi pada benih lele dan gurami yang berumur antara satu hingga tiga minggu, namun untuk ikan yang sudah siap konsumsi atau berusia diatas dua bulan masih bisa bertahan," katanya.
Menurut dia, kematian benih ikan ini akibat air kolam yang terkena hujan abu vulkanis pekat, dan menyulitkan ikan terutama yang masih kecil kesulitan bernafas, sehingga menyebabkan kematian.
Untuk mencegah kematian yang semakin banyak, kata dia pihaknya menyarankan kepada pemilik kolam budidaya ikan untuk mengganti air kolam dengan air jernih, atau menambah air untuk mengurangi kepekatan air akibat abu itu.
"Bagi yang belum mengganti air kolam pascahujan abu ini, kami imbau pembudidaya supaya cepat mengganti air kolam, karena dari data itu rata-rata kematian benih akibat terlambat atau tidak sempat ganti air," katanya.
Ia mengatakan di Bantul terdapat sebanyak 847 kelompok pembudidaya perikanan, sehingga sangat mungkin data kematian bisa bertambah, sehingga pihaknya masih menunggu data kematian yang belum dilaporkan.
"Untuk sementara ini kami baru sebatas melakukan pendataan, untuk selanjutnya kami belum tahu, jadi kami masih menerima data hingga satu minggu sejak bencana itu, untuk kemudian dilaporkan ke Bupati," katanya.
(KR-HRI/M008)
Pewarta: Heri Sidik
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014
Tags: