Jakarta (ANTARA News) - Peneliti senior Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Robert Delinom mengatakan mitigasi bencana terkait perubahan iklim di Indonesia tertingal dari Thailand.

"Paling bagus mitigasi itu memang Tokyo dan Osaka, kita di belakang mereka 30 tahun. Dibandingkan dengan Bangkok, kita juga masih lima tahun di belakang mereka," kata Robert di sela-sela workshop internasional "Climate and Societal Change in Coastal Areas in Indonesia and South East Asia" di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, persiapan mitigasi untuk perubahan iklim di Jakarta setara dengan Manila. Penanggulangan dampak perubahan iklim masih dilakukan sendiri-sendiri di masing-masing sektor.

Hal yang membuat Thailand lebih maju dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim adalah regulasi yang mendukung. Bangkok memiliki regulasi penggunaan air tanah yang jelas, biaya pengambilan air tanah diterapkan sehingga masyarakat berhati-hati dalam penggunaannya.

Antisipasi di daerah pantai juga diterapkan agar air laut tidak masuk. "Bangkok itu kan rendah posisinya, mirip dengan Jakarta".

Kesadaran masyarakat di Thailand terhadap perubahan iklim pun, menurut dia, juga lebih tinggi dibanding masyarakat Indonesia. Salah satu contohnya cara penggunaan air tanah.

"Bangkok juga pernah berencana bangun sea wall, tapi dibatalkan karena ditakutkan akan mengganggu lingkungan. Jakarta sebaiknya dipikirkan juga," ujar dia.

Sementara itu terkait perubahan iklim yang terjadi saat ini, menurut peneliti senior Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Jan Sopaheluwakan, sama dirasakan dampaknya di negara-negara Asia Tenggara lainnya.

"Sama saja semua merasakan dampak sama. Jakarta, Bangkok, Ho Chi Minh City, Manila, semua terkena dampak yang sama, terutama daerah-daerah yang memang delta seperti Jakarta, ujar dia.

Perlu solusi penanggulangan dampak perubahan iklim yang holistik. Harus dilakukan bersama-sama seluruh sektor. (*)