Kerja sama energi terbarukan dengan China penting untuk Indonesia
16 Juli 2024 08:11 WIB
Potensi kerja sama Indonesia dan China di bidang energi bersih cukup luas dan didukung komitmen terhadap energi hijau dalam kerangka Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra (Belt and Road Initiative/BRI). Fabby menyebut China bisa membantu program transisi energi di Indonesia melalui tiga aspek.
Jakarta (ANTARA) - Bukan hanya menjadi mitra utama dalam kerja sama ekonomi, para pakar dari Indonesia memandang China memiliki peluang memainkan peran penting membantu Indonesia dalam transisi menuju energi bersih dan merealisasikan target penurunan emisi karbon di masa depan.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services and Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan industri energi terbarukan telah berkembang pesat di China, dan hal ini tentunya menguntungkan negara lain, termasuk Indonesia, karena biaya teknologi untuk transisi energi menjadi lebih terjangkau.
"Keberhasilan China mengembangkan energi terbarukan melalui kombinasi standar dan tata kelola yang ketat bisa menjadi contoh bagi banyak negara berkembang, termasuk Indonesia," kata Fabby dalam wawancara dengan Xinhua belum lama ini.
Pertama, China membantu Indonesia membangun pembangkit energi terbarukan melalui kemampuannya dalam pembangunan yang tidak hanya memiliki kualitas bagus, namun juga waktu yang cepat dan biaya yang murah. Salah satu contoh suksesnya adalah peran PowerChina dalam pembangunan PLTS Cirata yang menjadi PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara.
Kedua, China perlu membantu mengembangkan industri energi terbarukan di Indonesia. Fabby mengharapkan agar perusahaan-perusahaan China bisa menjangkau pasar Indonesia dengan membangun pabrik lokal, contohnya industri panel surya yang sangat dibutuhkan untuk menunjang program transisi energi Indonesia beberapa tahun mendatang.
Ketiga, dukungan China dari sisi pembiayaan diberikan baik kepada proyek-proyek yang dikerjakan BUMN maupun swasta. Lembaga keuangan asal China diharapkan bisa membantu menutup kesenjangan pembiayaan yang cukup besar untuk transisi energi di Indonesia.
Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 32 persen pada 2030, sementara target net zero emission ditargetkan pada 2060 atau lebih cepat.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services and Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan industri energi terbarukan telah berkembang pesat di China, dan hal ini tentunya menguntungkan negara lain, termasuk Indonesia, karena biaya teknologi untuk transisi energi menjadi lebih terjangkau.
"Keberhasilan China mengembangkan energi terbarukan melalui kombinasi standar dan tata kelola yang ketat bisa menjadi contoh bagi banyak negara berkembang, termasuk Indonesia," kata Fabby dalam wawancara dengan Xinhua belum lama ini.
Pertama, China membantu Indonesia membangun pembangkit energi terbarukan melalui kemampuannya dalam pembangunan yang tidak hanya memiliki kualitas bagus, namun juga waktu yang cepat dan biaya yang murah. Salah satu contoh suksesnya adalah peran PowerChina dalam pembangunan PLTS Cirata yang menjadi PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara.
Kedua, China perlu membantu mengembangkan industri energi terbarukan di Indonesia. Fabby mengharapkan agar perusahaan-perusahaan China bisa menjangkau pasar Indonesia dengan membangun pabrik lokal, contohnya industri panel surya yang sangat dibutuhkan untuk menunjang program transisi energi Indonesia beberapa tahun mendatang.
Ketiga, dukungan China dari sisi pembiayaan diberikan baik kepada proyek-proyek yang dikerjakan BUMN maupun swasta. Lembaga keuangan asal China diharapkan bisa membantu menutup kesenjangan pembiayaan yang cukup besar untuk transisi energi di Indonesia.
Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 32 persen pada 2030, sementara target net zero emission ditargetkan pada 2060 atau lebih cepat.
Pewarta: Xinhua
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024
Tags: