Jakarta (ANTARA) - Badan Pangan Nasional (Bapanas) mendorong salah satu sumber daya lokal sagu agar bisa menjadi bagian integral ketahanan pangan nasional selain beras.

"Sudah saatnya pangan lokal diangkat dan dijadikan bagian integral dari ketahanan pangan nasional," kata Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Bapanas Andriko Noto Susanto dalam keterangan di Jakarta, Senin.

Andriko menyampaikan, dalam upaya mewujudkan kemandirian pangan berbasis sumber daya lokal, Bapanas terus mendorong industri pangan untuk mengangkat potensi pangan lokal, salah satunya sagu.

Dia mengaku telah melakukan kunjungan ke pabrik pengolahan sagu PT Galih Sagu Pangan di Tangerang, Banten.

Ia menyebutkan, PT. Galih Sagu Pangan sendiri sudah memproduksi beras sagu sejak 2018. Orientasi dari Industri Kecil Menengah (IKM) ini adalah menjadikan beras sagu sebagai alternatif ketahanan pangan lokal masyarakat di seluruh Nusantara maupun mancanegara.

Dia mengatakan, ada berbagai jenis produk yang dihasilkan dari olahan sagu seperti cemilan (snack) dan mie sagu, serta produk unggulannya yaitu beras sagu. Menurutnya, Indonesia memiliki banyak potensi pangan lokal seperti sagu yang belum dioptimalkan.

"Sesuai dengan amanat Undang-Undang Pangan, sudah waktunya kita memanfaatkan sumber daya ini untuk mendukung kemandirian pangan nasional," ujarnya.

Andriko menegaskan pentingnya mengangkat pangan lokal sesuai amanat Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012.

Ia menilai, selama 10 tahun terakhir, Indonesia mengalami pergeseran pola konsumsi yang semakin seragam. Hal ini memiliki risiko jika terjadi kerentanan pangan sehingga perlu diantisipasi.

"Diversifikasi pangan sangat penting untuk mewujudkan kemandirian pangan berbasis sumber daya lokal. Sudah saatnya kita mengangkat pangan lokal seperti sagu yang memiliki potensi besar," ujarnya.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi sagu nasional pada 2022 mencapai 367.132 ton, dengan Riau sebagai provinsi penghasil terbesar yang menyumbang 274.807 ton.

Produksi sagu ini menunjukkan potensi besar alternatif pangan selain beras, dimulai dari mengembalikan kebiasaan konsumsi sagu sebagai makanan pokok seperti di wilayah Papua, Maluku, atau wilayah timur lainnya.

Bapanas berkomitmen untuk menjadikan pangan lokal sebagai bagian dari Cadangan Pangan Pemerintah (CCP) maupun Cadangan Pangan Pemerintah Daerah (CPPD) selain beras, sesuai dengan potensi masing-masing daerah.

"Dengan sinergi antara stakeholder pangan, baik dari pemerintah, swasta, dan masyarakat, kita dapat mengoptimalkan potensi lokal setiap daerah untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional," kata Andriko.

Sementara itu, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa diversifikasi pangan merupakan langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis pangan seperti beras.

Menurut Arief, diversifikasi pangan tidak hanya penting untuk ketahanan pangan, tetapi juga untuk kesehatan masyarakat. Pangan lokal seperti sagu, jagung, dan umbi-umbian memiliki nilai gizi yang tinggi dan bisa menjadi alternatif yang sehat.

"Pengembangan pangan lokal seperti sagu tidak hanya meningkatkan ketahanan pangan tetapi juga memperkuat perekonomian daerah. Badan Pangan Nasional berkomitmen untuk terus mendorong penggunaan pangan lokal dalam program-program ketahanan pangan nasional," kata Arief.

Melalui upaya ini, lanjut Arief, Bapanas berharap dapat menciptakan kemandirian pangan yang berkelanjutan dan memperkuat ketahanan pangan nasional dengan memanfaatkan kekayaan sumber daya lokal Indonesia.

Baca juga: Bapanas uji petik pastikan bantuan pangan beras 10 kg tepat sasaran
Baca juga: Bapanas: Rp11 triliun disetujui untuk bantuan pangan hingga Desember
Baca juga: Bapanas dorong percepatan Rancangan Perpres Susut dan Sisa Pangan