Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI fokus meningkatkan literasi pengawasan obat dan makanan ke masyarakat untuk mewujudkan Indonesia Sehat dan Indonesia Emas 2045.
"Kondisi masyarakat kita, pengetahuan yang belum memadai, mudah diagitasi terkait obat makanan, tidak peduli apakah ilegal atau membahayakan diri sendiri atau tidak," kata Pelaksanaan Tugas (Plt) Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM RI Ema Setyawati.

Hal itu disampaikan dalam diskusi bertema "Strategi Digitalisasi Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) dalam Pengawasan Obat dan Makanan untuk Membangun Ekosistem Digital di Provinsi DKI Jakarta" di JI-Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, Ahad.
Dia menyatakan, masyarakat harus paham terhadap produk dengan memperhatikan legalitas keamanan, mutu, khasiat, gizi dan manfaatnya. "Bukan hanya viral atau tidak. Karena itu tentu ada intervensi kepada masyarakat dalam meningkatkan literasi," katanya.

Baca juga: Dinkes DKI karantina sirop pencegah gangguan ginjal akut pada anak
Menurut Ema, perkembangan digital dapat mempengaruhi perubahan gaya hidup dan cara promosi terhadap suatu produk. Bahkan, promosi saat ini jarang dilakukan secara langsung, melainkan melalui jejaring media sosial atau elektronik.

Apalagi, yang disajikan saat ini menampilkan pernyataan kepuasan atau ketakpuasan konsumen tentang pengalaman bertransaksi, termasuk pelayanan dan kualitas produk atau jasa (testimoni) yang berlebihan.

Hal itu dapat menggiring masyarakat dalam memilih satu produk tertentu berdasarkan kecenderungan (trending), penampilan, efek cepat, cita rasa atau harga yang murah.
Selain itu, Ema menjelaskan, keamanan obat dan makanan merupakan syarat penting yang harus melekat pada produk. Tanpa rasa aman, dapat menyebabkan rasa khawatir saat mengonsumsi produk.

"Produsen paling tahu terhadap apa yang ada dalam produknya, sedangkan masyarakat tidak tahu jelas. Karena itu masyarakat harus dapat memilih produk dengan memperhatikan keamanan, mutu, khasiat, manfaat dan gizi produk sebelum dikonsumsi," ujar Ema.

Baca juga: Digrebeg gudang kosmetik ilegal di Jakarta Utara
Ema memastikan, BPOM terus melakukan pengawasan obat dan makanan secara komprehensif dari hulu ke hilir dengan pengendalian aspek mutu serta gizi dari obat ataupun makanan sepanjang produk.

Rantai dari produsen sampai konsumen ini menjadi satu kesatuan siklus yang tidak dapat dipecah. Siklus ini tentu dilakukan oleh BPOM bersama pemangku kepentingan terkait (stakeholders), terutama masyarakat sebagai pengguna.

"Tentunya pengawasan ini untuk memastikan produksi, distribusi dan konsumsi aman bermutu dan berkhasiat dalam mewujudkan masyarakat sehat, memperkuat industri obat dan makanan," kata Ema.

Pengawasan ini, kata Ema, bukan memukul pelaku usaha, tetapi memperkuat karena dengan mematuhi aturan dan standar, maka pelaku usaha dapat tegas menyatakan produknya aman dan dapat berdaya saing sehingga produk ilegal akan tergerus serta semakin kecil kesempatannya karena masyarakat punya literasi yang tinggi.

Baca juga: BPOM DKI temukan takjil mengandung bahan berbahaya
BPOM terus mendorong dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja. Ada beberapa prioritas penyesuaian pengawasan. Yaitu kurang maksimal masyarakat dalam memahami bahaya dan keamanan produk obat dan makanan.

"Jadi bagaimana masyarakat harus bisa mengenali pangan yang berbahaya," kata Ema.
Hal itu terkait informasi yang kurang memadai dan tidak seimbang sehingga kesadaran masyarakat rendah. Selanjutnya, kurangnya literasi obat dan makanan yang bermutu dan khasiat dari masyarakat seperti pengecekan kemasan, kadaluwarsa serta simbol ataupun label.

Kemudian, kurangnya integrasi kerja sama lembaga pemerintah dalam keamanan obat dan makanan. Hal itu perlu ditingkatkan karena belum terbangunnya komunikasi yang baik secara kelembagaan dan kapasitas dalam pengawasan obat dan makanan.