Deddy Kusdinar dituntut 9 tahun penjara
18 Februari 2014 18:40 WIB
Mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Deddy Kusdinar menyimak pembacaan tuntutan oleh tim JPU pada persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (18/2). Tim JPU menuntut Deddy Kusdinar dengan hukuman 9 tahun penjara. (ANTARA FOTO/Andika Wahyu)
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah tangga Kemenpora sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek Hambalang, Deddy Kusdinar, dituntut 9 tahun penjara, denda Rp300 juta ditambah keharusan membayar uang pengganti Rp300 juta.
"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 9 tahun dikurangi masa tahanan ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah dengan pidana tambahan uang pengganti senilai Rp300 juta yang dibayar selambat-lambatnya satu tahun setelah mendapat kekuatan hukum tetap dan bila tidak dijatuhi 1 tahun penjara," kata jaka penuntut umum KPK, I Kadek Wiradana, dalam sidang pembacaan tuntutan di pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Deddy merupakan orang pertama dalam kasus ini yang menghadapi tuntutan.
Selain Deddy masih ada mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng yang masih menunggu waktu sidang perdana; mantan Direktur Operasional I PT Adhi Karya, Tubagus Muhammad Noor yang kasusnya masih di tingkat penyidikan; direktur Utama PT Dutasari Citralaras, perusahaan subkontraktor Proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang Machfud Suroso serta mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang disangkakan menerima gratifikasi terkait Hambalang.
"Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa tidak mendukung program yang sedang giat-giatnya dilakukan pemerintah yaitu pemberantasan korupsi dan efisiensi dan efektifitas anggaran serta melanggar hak ekonomi dan sosial karena tidak bertanggung jawab pada anggaran," tambah jaksa Kadek Wiradana.
Sedangkan hal-hal yang meringankan adalah sopan, menyesali perbuatan, belum pernah dihukum serta punya tanggungan yaitu dua anak kandung, dua anak angkat dan seorang istri yang mengalami sakit lupus selama dua tahun.
Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan kedua yaitu Pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP mengenai Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain menyalahgunakan kewenangan yang dapat merugikan keuangan negara.
Rangkaian perbuatan yang dilakukan Deddy bermula saat Deddy sebagai Pejabat Pembuat Komitmen meminta salah satu tim teknis perencanaan proyek Hambalang Sonny Anjangsono agar jangan menakut-nakuti Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam tentang kondisi tanah, biaya konstruksi dan masalah bangunan yang ada di Hambalang.
Padahal menurut Sonny yang menganalisis dokumen serta kondisi lapangan, ditemukan tidak ada peta lahan dari Badan Pertanahan Nasional dan kondisi tanah yang labil dan tanah yang sudah ada sejumlah bangunan yang tidak mungkin dihapuskan karena sudah masuk aset negara.
Sonny dari PT Biro Insiyur Eksakta kemudian mundur dari proyek Hambalang sehingga Deddy meminta Komisaris PT Methapora Solusi Global Muhammad Arifin dan Direktur Operasional PT Methapora Solusi Global (MSG) Asep Wibowo untuk membuat Rencana Anggaran biaya bangunan Hambalang hingga mencapai Rp1,17 triliun dan ditambah biaya peralatan akhirnya total Rp2,5 triliun.
Anggaran Hambalang yang tadinya hanya satu tahun pun diajukan menjadi kontrak tahun jamak yang dilaksanakan dalam tiga tahun anggaran yaitu 2010-2012 dan ditetapkan dalam APBN 2011 serta APBN 2012 dengan total nilai untuk pekerjaan fisik dan konsultasi Rp1,17 triliun.
Pada Juni 2010, Deddy pun sudah menentukan perusahaan yang menjadi pemenang lelang pembangunan Hambalang yaitu PT Yodya Karya untuk konsultan perencana, PT Ciriajasa Cipta Mandiri untuk konsultan manajemen konstruksi, dan PT Adhi Karya untuk pelaksana jasa konstruksi.
Deddy juga ikut mengurus pengesahan "site plan" dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang harus dilengkapi dengan kajian teknis, kajian bangunan dan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang saat itu belum dipunyai Kemepora.
Perusahaan-perusahaan yang diketahui memenangkan lelang kemudian malah mensubkontrakkan kepada perusahaan lain.
Misalnya PT Yodya Karya untuk konsultan perencana mensubkontrakkan ke PT Metaphora Solusi Global (MSG), PT Malmass Mitra Teknik (MMT), PD Laboratorium Teknik Sipil Geoinves (LTSG) dan konsultan individu Imanulah Aziz.
Deddy juga menunjuk langsung PT Ciriajasa Cipta Mandiri selaku pemenang lelang jasa konsultan manajemen konstruksi padahal sudah tidak lagi menjabat sebagai PPK.
Sedangkan KSO Adhi-Wika bahkan mengalihkan pekerjaan (subkontrak) kepada PT Dutasari Citra Laras, PT Global Daya Manunggal, PT Aria Lingga Perkasa dan 36 perusahaan lain.
Atas perbuatan Deddy bersama orang-orang lain dan sejumlah perusahaan dalam proyek Hambalang tersebut, negara dirugikan Rp463,668 miliar sesuai dengan perhitungan BPK.
(D017)
"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 9 tahun dikurangi masa tahanan ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah dengan pidana tambahan uang pengganti senilai Rp300 juta yang dibayar selambat-lambatnya satu tahun setelah mendapat kekuatan hukum tetap dan bila tidak dijatuhi 1 tahun penjara," kata jaka penuntut umum KPK, I Kadek Wiradana, dalam sidang pembacaan tuntutan di pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Deddy merupakan orang pertama dalam kasus ini yang menghadapi tuntutan.
Selain Deddy masih ada mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng yang masih menunggu waktu sidang perdana; mantan Direktur Operasional I PT Adhi Karya, Tubagus Muhammad Noor yang kasusnya masih di tingkat penyidikan; direktur Utama PT Dutasari Citralaras, perusahaan subkontraktor Proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang Machfud Suroso serta mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang disangkakan menerima gratifikasi terkait Hambalang.
"Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa tidak mendukung program yang sedang giat-giatnya dilakukan pemerintah yaitu pemberantasan korupsi dan efisiensi dan efektifitas anggaran serta melanggar hak ekonomi dan sosial karena tidak bertanggung jawab pada anggaran," tambah jaksa Kadek Wiradana.
Sedangkan hal-hal yang meringankan adalah sopan, menyesali perbuatan, belum pernah dihukum serta punya tanggungan yaitu dua anak kandung, dua anak angkat dan seorang istri yang mengalami sakit lupus selama dua tahun.
Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan kedua yaitu Pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP mengenai Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain menyalahgunakan kewenangan yang dapat merugikan keuangan negara.
Rangkaian perbuatan yang dilakukan Deddy bermula saat Deddy sebagai Pejabat Pembuat Komitmen meminta salah satu tim teknis perencanaan proyek Hambalang Sonny Anjangsono agar jangan menakut-nakuti Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam tentang kondisi tanah, biaya konstruksi dan masalah bangunan yang ada di Hambalang.
Padahal menurut Sonny yang menganalisis dokumen serta kondisi lapangan, ditemukan tidak ada peta lahan dari Badan Pertanahan Nasional dan kondisi tanah yang labil dan tanah yang sudah ada sejumlah bangunan yang tidak mungkin dihapuskan karena sudah masuk aset negara.
Sonny dari PT Biro Insiyur Eksakta kemudian mundur dari proyek Hambalang sehingga Deddy meminta Komisaris PT Methapora Solusi Global Muhammad Arifin dan Direktur Operasional PT Methapora Solusi Global (MSG) Asep Wibowo untuk membuat Rencana Anggaran biaya bangunan Hambalang hingga mencapai Rp1,17 triliun dan ditambah biaya peralatan akhirnya total Rp2,5 triliun.
Anggaran Hambalang yang tadinya hanya satu tahun pun diajukan menjadi kontrak tahun jamak yang dilaksanakan dalam tiga tahun anggaran yaitu 2010-2012 dan ditetapkan dalam APBN 2011 serta APBN 2012 dengan total nilai untuk pekerjaan fisik dan konsultasi Rp1,17 triliun.
Pada Juni 2010, Deddy pun sudah menentukan perusahaan yang menjadi pemenang lelang pembangunan Hambalang yaitu PT Yodya Karya untuk konsultan perencana, PT Ciriajasa Cipta Mandiri untuk konsultan manajemen konstruksi, dan PT Adhi Karya untuk pelaksana jasa konstruksi.
Deddy juga ikut mengurus pengesahan "site plan" dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang harus dilengkapi dengan kajian teknis, kajian bangunan dan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang saat itu belum dipunyai Kemepora.
Perusahaan-perusahaan yang diketahui memenangkan lelang kemudian malah mensubkontrakkan kepada perusahaan lain.
Misalnya PT Yodya Karya untuk konsultan perencana mensubkontrakkan ke PT Metaphora Solusi Global (MSG), PT Malmass Mitra Teknik (MMT), PD Laboratorium Teknik Sipil Geoinves (LTSG) dan konsultan individu Imanulah Aziz.
Deddy juga menunjuk langsung PT Ciriajasa Cipta Mandiri selaku pemenang lelang jasa konsultan manajemen konstruksi padahal sudah tidak lagi menjabat sebagai PPK.
Sedangkan KSO Adhi-Wika bahkan mengalihkan pekerjaan (subkontrak) kepada PT Dutasari Citra Laras, PT Global Daya Manunggal, PT Aria Lingga Perkasa dan 36 perusahaan lain.
Atas perbuatan Deddy bersama orang-orang lain dan sejumlah perusahaan dalam proyek Hambalang tersebut, negara dirugikan Rp463,668 miliar sesuai dengan perhitungan BPK.
(D017)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014
Tags: