Presiden Harapkan Uni Eropa Pulihkan Perdamaian di Timteng
10 September 2006 22:20 WIB
Helsinki (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat berpidato di depan puluhan presiden dan perdana menteri Asia dan Eropa di Helsinki, Finlandia, Minggu, menyatakan harapannya agar Uni Eropa dapat membantu memulihkan perdamaian di Timur Tengah setelah sebelumnya sukses membantu Indonesia mencapai perdamaian di Aceh.
"Saya mensyukuri kontribusi yang telah diberikan Uni Eropa terhadap upaya perdamaian di Aceh. Dan saya berharap bahwa keterlibatan aktif Uni Eropa di Timur Tengah saat ini dapat mengembalikan proses perdamaian," kata Presiden dalam pembukaan KTT ke-6 ASEM di Helsinki Fair Center, Finlandia.
Presiden juga mengisyaratkan harapannya bahwa Uni Eropa akan berada di garda terdepan bersama Asia dalam menjaga konsep multilateralisme yang saat belakangan ini dinodai oleh tindakan sepihak (unilateral).
Yudhoyono tidak menyebutkan pihak-pihak mana saja di dunia yang disebutnya telah `mengembangkan trend unilateralisme` itu.
"Saat ini Eropa telah menjadi kekuatan perdamaian yang makin besar dan aktif dibandingkan sepuluh tahun lalu. Yang lebih penting adalah, Eropa seperti juga Asia, merupakan kekuatan yang terus berpijak pada multilateralisme, yang telah menderita karena adanya trend unilateral," ujarnya.
Dalam sambutannya yang relatif singkat tersebut, Presiden Yudhoyono juga tidak berbicara lebih jauh tentang peranan aktif Uni Eropa (UE) yang dimaksudnya di kawasan Timur Tengah.
Namun menyangkut keterlibatan peran UE di Timur Tengah, belakangan ini media internasional banyak menyorot tentang pengiriman pasukan perdamaian dari Uni Eropa ke Lebanon.
Uni Eropa pada 25 Agustus 2006 lalu telah menyatakan bersedia mengirimkan 7.000 anggota pasukan untuk bergabung dengan pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL-UN Interim Force in Lebanon).
Pengiriman pasukan perdamaian tersebut didasarkan pada Resolusi DK-PBB No 1701 yang dikeluarkan pada 11 Agustus 2006, yang memerintahkan dilakukannya gencatan senjata antara Israel dan kelompok Hizbullah.
Resolusi itu muncul setelah serangan yang saling dilancarkan selama lebih dari 30 hari oleh kedua belah pihak telah menewaskan setidaknya 1.200 orang di Lebanon `sebagian besar adalah warga sipil` dan 157 orang di pihak Israel, kebanyakan anggota militer.
Negara-negara anggota ASEAN seperti Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam dinilai media dan berbagai pihak telah aktif dan cepat bergerak dalam menanggapi keluarnya Resolusi 1701, seperti misalnya dalam waktu singkat menawarkan mengirimkan masing-masing 1.000 anggota pasukan dan peralatan militer untuk bergabung dengan pasukan perdamaian PBB di Lebanon.
Tidak seperti ASEAN, Uni Eropa banyak menuai kritik karena dianggap lamban dan terkesan setengah-setengah dalam memutuskan pengiriman pasukannya, dan Italia dianggap sebagai satu-satunya negara di Eropa yang sangat proaktif melalui 3.000 anggota pasukan yang disiapkannya.
Perancis, misalnya, awalnya hanya menjanjikan akan mengirim 200 personil militer. Namun negara yang akan memimpin pasukan penjaga perdamaian total beranggotakan 15.000 personil di Lebanon itu, akhirnya memutuskan untuk menambah jumlah personilnya menjadi 2.000 orang.
Indonesia sendiri setelah mendapat sinyal hijau untuk berkontribusi kepada UNIFIL dan direncanakan berangkat pada akhir September, akan mengirim kontingen berkekuatan 1.000 personil ke Lebanon dalam dua tahap pemberangkatan.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006
Tags: