Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong mengatakan pihaknya secara aktif melakukan literasi digital yang bersifat inklusif dan menjangkau berbagai kalangan, termasuk perempuan.

"Kemudian kita melakukan mekanisme yang biasa disebut corrective. Kita melakukan take down konten negatif di media sosial dan website, termasuk terkait pornografi. Sejak 17 Juli 2023 hingga 13 Juni 2024 kita sudah take down konten bermuatan pornografi sebanyak 25.628 konten yang 374 di antaranya terkait dengan pornografi anak. Kemudian, dalam mekanisme yang sifatnya penindakan kita bekerja sama dengan Polri," katanya dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

Dia menjelaskan literasi digital langkah preventif yang terdiri atas empat pilar, yaitu digital skill, digital ethics, digital culture, dan digital safety.

Baca juga: Guru Besar UIN Jakarta: Literasi digital jauhkan keluarga dari masalah

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga menekankan pentingnya perempuan dan anak lebih waspada dalam memanfaatkan teknologi digital secara tepat.

"Perempuan dan anak yang telah dibekali dengan kemampuan literasi digital yang baik akan mampu melindungi diri sendiri dari berbagai kejahatan dunia digital, termasuk melindungi anak dan keluarganya saat mereka beraktivitas di dunia digital dan media sosial," katanya.

Hal ini penting mengingat perempuan dan anak merupakan kelompok yang rentan mengalami kekerasan berbasis gender online.

Berdasarkan data SAFEnet Indonesia, tercatat kasus kekerasan berbasis gender online naik empat kali lipat.

"Dari 118 kasus di triwulan pertama tahun 2023 menjadi 480 kasus di triwulan pertama tahun 2024, dengan korban rentang usia 18-25 tahun menjadi kelompok terbanyak, yaitu 272 kasus atau 57 persen dan diikuti anak-anak rentang usia di bawah 18 tahun itu adalah 123 kasus atau 26 persen," katanya.

Kasus-kasus yang muncul terkait dengan pelecehan dan eksploitasi seksual perempuan maupun anak secara daring hingga penyebaran konten intim non-konsensual.

"Pelecehan, eksploitasi seksual perempuan maupun anak secara online hingga penyebaran konten intim non-konsensual merupakan salah satu bentuk kekerasan berbasis gender online yang mudah terjadi, bisa dialami oleh siapapun, namun sangat minim solusi yang berkeadilan," katanya.

Baca juga: Peran orang tua jadi faktor penting agar anak aman di ruang digital
Baca juga: Menkominfo ajak pemuda manfaatkan program latih keterampilan digital