KND perkuat advokasi pencegahan kekerasan seksual siswa disabilitas
12 Juli 2024 17:56 WIB
Komisi Nasional Disabilitas (KND) saat mengadakan diskusi bersama kementerian dan Lembaga terkait untuk memperkuat advokasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) pada siswa disabilitas di Gedung Aneka Bhakti Cawang Kencana, Jakarta pada Kamis (11/7/2024). ANTARA/HO-KND.
Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Disabilitas (KND) memperkuat advokasi mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (KS) pada siswa disabilitas, dengan menggelar diskusi bersama kementerian dan lembaga terkait.
Dalam rilis yang disiarkan oleh KND di Jakarta pada Jumat, kegiatan tersebut mendiskusikan persoalan kekerasan seksual pada anak disabilitas serta mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada anak disabilitas di satuan pendidikan.
“Harapan dari kegiatan ini dapat ditindaklanjutinya kasus kekerasan seksual pada anak disabilitas, khususnya di satuan pendidikan serta dapat disepakatinya suatu mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada anak disabilitas di satuan pendidikan,” kata Ketua KND Dante Rigmalia.
Ia juga menyampaikan, dalam upaya pelaksanaan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak penyandang disabilitas, KND melakukan fungsi advokasi pada anak penyandang disabilitas yang menjadi korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebagaimana mandat Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, dan melaksanakan mandat Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor: 27 Tahun 2024 tentang Koordinasi dan Pemantauan Pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang memberikan kewenangan kepada KND untuk melakukan pemantauan PPKS anak penyandang disabilitas yang menjadi korban TPKS,” katanya.
Dante menambahkan, pada situasi di mana penyandang disabilitas sebagai pelaku, saksi dan korban TPKS, merujuk Peraturan Pemerintah Nomor: 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan, maka harus dilakukan penilaian personal sebagai pemenuhan Akomodasi yang Layak (AYL) dalam proses peradilan.
Hal itu bertujuan untuk menentukan hambatan yang dihadapi serta pendekatan yang dibutuhkan penyandang disabilitas dalam menjalani proses peradilan.
“Penilaian personal menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses peradilan yang melibatkan penyandang disabilitas, baik statusnya sebagai pelaku, saksi, maupun korban,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Komisioner Fatimah Asri Mutmainnah juga menyampaikan KND menjadi bagian dari tim Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) yang terdiri atas Komnas Perempuan, Komnas HAM, KPAI, KND, ORI, dan LPSK.
Berkenaan dengan kerja sama tersebut, KND turut serta terlibat dalam kegiatan Dengar Keterangan Umum (DKU) bersama Lembaga Nasional HAM lainnya.
Dalam DKU tersebut, lanjutnya, masih ditemukan kasus kekerasan seksual yang terjadi pada penyandang disabilitas di mana terduga pelakunya merupakan nondisabilitas.
Pada kasus itu tergambar jelas bagaimana relasi kuasa yang mewarnai kasus tersebut, sehingga kasusnya menjadi terhambat dalam proses penanganannya atau terjadi Delay in Justice.
Diskusi hari itu dihadiri pula oleh perwakilan dari Kemendikbudristek, Kemenag, Kemendagri, KemenPPPA, Kemensos, Komnas HAM, KPAI, LPSK, Wali Kota Jakarta Barat, Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, Dinas Sosial Jakarta Barat, Polres Jakarta Barat, Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat, dan SLBN 10 Kalideres Jakarta Barat.
Dalam rilis yang disiarkan oleh KND di Jakarta pada Jumat, kegiatan tersebut mendiskusikan persoalan kekerasan seksual pada anak disabilitas serta mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada anak disabilitas di satuan pendidikan.
“Harapan dari kegiatan ini dapat ditindaklanjutinya kasus kekerasan seksual pada anak disabilitas, khususnya di satuan pendidikan serta dapat disepakatinya suatu mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada anak disabilitas di satuan pendidikan,” kata Ketua KND Dante Rigmalia.
Ia juga menyampaikan, dalam upaya pelaksanaan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak penyandang disabilitas, KND melakukan fungsi advokasi pada anak penyandang disabilitas yang menjadi korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebagaimana mandat Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, dan melaksanakan mandat Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor: 27 Tahun 2024 tentang Koordinasi dan Pemantauan Pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang memberikan kewenangan kepada KND untuk melakukan pemantauan PPKS anak penyandang disabilitas yang menjadi korban TPKS,” katanya.
Dante menambahkan, pada situasi di mana penyandang disabilitas sebagai pelaku, saksi dan korban TPKS, merujuk Peraturan Pemerintah Nomor: 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan, maka harus dilakukan penilaian personal sebagai pemenuhan Akomodasi yang Layak (AYL) dalam proses peradilan.
Hal itu bertujuan untuk menentukan hambatan yang dihadapi serta pendekatan yang dibutuhkan penyandang disabilitas dalam menjalani proses peradilan.
“Penilaian personal menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses peradilan yang melibatkan penyandang disabilitas, baik statusnya sebagai pelaku, saksi, maupun korban,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Komisioner Fatimah Asri Mutmainnah juga menyampaikan KND menjadi bagian dari tim Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) yang terdiri atas Komnas Perempuan, Komnas HAM, KPAI, KND, ORI, dan LPSK.
Berkenaan dengan kerja sama tersebut, KND turut serta terlibat dalam kegiatan Dengar Keterangan Umum (DKU) bersama Lembaga Nasional HAM lainnya.
Dalam DKU tersebut, lanjutnya, masih ditemukan kasus kekerasan seksual yang terjadi pada penyandang disabilitas di mana terduga pelakunya merupakan nondisabilitas.
Pada kasus itu tergambar jelas bagaimana relasi kuasa yang mewarnai kasus tersebut, sehingga kasusnya menjadi terhambat dalam proses penanganannya atau terjadi Delay in Justice.
Diskusi hari itu dihadiri pula oleh perwakilan dari Kemendikbudristek, Kemenag, Kemendagri, KemenPPPA, Kemensos, Komnas HAM, KPAI, LPSK, Wali Kota Jakarta Barat, Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, Dinas Sosial Jakarta Barat, Polres Jakarta Barat, Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat, dan SLBN 10 Kalideres Jakarta Barat.
Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024
Tags: