OJK laksanakan pemantauan 2.210 iklan jasa keuangan sepanjang Q1-2024
10 Juli 2024 18:48 WIB
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK di Jakarta, Senin (8/7/2024) (ANTARA/Bayu Saputra)
Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melaksanakan pemantauan terhadap 2.210 iklan produk dan/atau layanan jasa keuangan dari seluruh sektor sepanjang kuartal I 2024 atau periode Januari hingga Maret 2024.
“Dari total iklan tersebut, ditemukan 2,03 persen iklan (45 iklan) belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (PEPK) OJK Friderica Widyasari Dewi di Jakarta, Rabu.
Berdasarkan statistik pemantauan iklan tersebut, catat OJK, sektor perbankan merupakan sektor yang paling banyak dan sering menerbitkan iklan. Sedangkan sektor financial technology (fintech) hanya memiliki porsi sebesar 6 persen dari total iklan yang dilakukan pemantauan selama triwulan pertama tahun ini.
Friderica merinci, beberapa pelanggaran umum yang banyak ditemukan OJK antara lain tidak mencantumkan pernyataan berizin dan diawasi oleh OJK, periode promo tidak dicantumkan dalam badan iklan, serta tautan yang memuat penjelasan program tidak spesifik bahkan informasinya tidak jelas.
Baca juga: OJK : Perlindungan berperan krusial tingkatkan kepercayaan konsumen
Selain itu, imbuh Friderica, ditemukan penggunaan kata “gratis” yang tetap memberikan syarat kepada konsumen serta pencantuman frasa "selama persediaan masih ada" dan “kuota terbatas" yang menunjukkan ketidakjelasan ketersediaan program kepada konsumen.
OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) 22 Tahun 2023 yang mewajibkan pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) untuk menyediakan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang jelas, akurat, jujur, mudah diakses, serta tidak berpotensi menyesatkan calon konsumen dan/atau konsumen.
“Hal ini semata agar konsumen mendapatkan informasi mengenai produk/layanan jasa keuangan secara utuh, tidak multitafsir dan tidak ditutupi sehingga meminimalisir potensi kerugian konsumen,” ujar Friderica.
Hal ini, imbuh Friderica, juga berlaku bagi PUJK sektor fintech di mana PUJK wajib untuk menyediakan dan menyampaikan iklan secara jelas, akurat, jujur, mudah diakses, dan tidak berpotensi menyesatkan.
Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam pedoman iklan telah terbitkan oleh OJK sejak 2020 dan dapat menjadi rujukan bagi PUJK untuk menyusun iklan sebelum iklan tersebut diterbitkan.
Baca juga: OJK sedang siapkan RPOJK tentang perlindungan konsumen dan masyarakat
Terkait iklan yang diterbitkan oleh PUJK, termasuk oleh PUJK sektor fintech, secara reguler OJK melakukan pemantauan terhadap iklan yang diterbitkan oleh PUJK di berbagai media seperti media sosial, media digital, media cetak, media elektronik, dan media luar griya.
Terhadap pelanggaran yang ditemukan, OJK pun tidak segan-segan untuk memberikan supervisory action bahkan sanksi yang tegas jika iklan tersebut telah terbukti merugikan konsumen, melakukan pelanggaran berulang atau tidak mengindahkan pembinaan yang dilakukan oleh OJK.
“Tindakan yang dilakukan OJK ini semata untuk memberikan efek jera kepada PUJK agar senantiasa untuk mematuhi ketentuan serta mencegah kerugian konsumen dan masyarakat yang berasal dari pelanggaran iklan,” kata Friderica.
“Dari total iklan tersebut, ditemukan 2,03 persen iklan (45 iklan) belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (PEPK) OJK Friderica Widyasari Dewi di Jakarta, Rabu.
Berdasarkan statistik pemantauan iklan tersebut, catat OJK, sektor perbankan merupakan sektor yang paling banyak dan sering menerbitkan iklan. Sedangkan sektor financial technology (fintech) hanya memiliki porsi sebesar 6 persen dari total iklan yang dilakukan pemantauan selama triwulan pertama tahun ini.
Friderica merinci, beberapa pelanggaran umum yang banyak ditemukan OJK antara lain tidak mencantumkan pernyataan berizin dan diawasi oleh OJK, periode promo tidak dicantumkan dalam badan iklan, serta tautan yang memuat penjelasan program tidak spesifik bahkan informasinya tidak jelas.
Baca juga: OJK : Perlindungan berperan krusial tingkatkan kepercayaan konsumen
Selain itu, imbuh Friderica, ditemukan penggunaan kata “gratis” yang tetap memberikan syarat kepada konsumen serta pencantuman frasa "selama persediaan masih ada" dan “kuota terbatas" yang menunjukkan ketidakjelasan ketersediaan program kepada konsumen.
OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) 22 Tahun 2023 yang mewajibkan pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) untuk menyediakan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang jelas, akurat, jujur, mudah diakses, serta tidak berpotensi menyesatkan calon konsumen dan/atau konsumen.
“Hal ini semata agar konsumen mendapatkan informasi mengenai produk/layanan jasa keuangan secara utuh, tidak multitafsir dan tidak ditutupi sehingga meminimalisir potensi kerugian konsumen,” ujar Friderica.
Hal ini, imbuh Friderica, juga berlaku bagi PUJK sektor fintech di mana PUJK wajib untuk menyediakan dan menyampaikan iklan secara jelas, akurat, jujur, mudah diakses, dan tidak berpotensi menyesatkan.
Penjelasan mengenai hal ini terdapat dalam pedoman iklan telah terbitkan oleh OJK sejak 2020 dan dapat menjadi rujukan bagi PUJK untuk menyusun iklan sebelum iklan tersebut diterbitkan.
Baca juga: OJK sedang siapkan RPOJK tentang perlindungan konsumen dan masyarakat
Terkait iklan yang diterbitkan oleh PUJK, termasuk oleh PUJK sektor fintech, secara reguler OJK melakukan pemantauan terhadap iklan yang diterbitkan oleh PUJK di berbagai media seperti media sosial, media digital, media cetak, media elektronik, dan media luar griya.
Terhadap pelanggaran yang ditemukan, OJK pun tidak segan-segan untuk memberikan supervisory action bahkan sanksi yang tegas jika iklan tersebut telah terbukti merugikan konsumen, melakukan pelanggaran berulang atau tidak mengindahkan pembinaan yang dilakukan oleh OJK.
“Tindakan yang dilakukan OJK ini semata untuk memberikan efek jera kepada PUJK agar senantiasa untuk mematuhi ketentuan serta mencegah kerugian konsumen dan masyarakat yang berasal dari pelanggaran iklan,” kata Friderica.
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2024
Tags: