Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR Dyah Roro Esti mengingatkan pentingnya memperhatikan kesiapan sosial masyarakat, pengolahan limbah, serta teknologi dalam rencana pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

“Yang menjadi permasalahan inti adalah permasalahan limbah, teknologi, dan kesiapan sosial masyarakat,” ujar Dyah ketika ditemui setelah diskusi panel Leading Up To COP-29, yang digelar di Jakarta, Rabu.

Dyah mengatakan para pemangku kepentingan sebaiknya melakukan pendekatan kepada masyarakat dalam rangka mempersiapkan aspek sosial dari rencana pengembangan tenaga nuklir.

Menurut dia, pendekatan terbaik adalah yang mengedepankan kearifan lokal, mengingat keberagaman masyarakat Indonesia.

"Indonesia adalah negara yang sangat beragam dengan berbagai macam kepercayaan, budaya, dan latar belakang. Harus dilakukan pendekatan dengan mengutamakan local wisdom. Ini menjadi penting sekali," kata Dyah.

Selain pendekatan kepada masyarakat, Dyah berharap para pemangku kepentingan memperhatikan ketepatan teknologi dan langkah-langkah pengamanan terbaik dalam mengimplementasikan teknologi nuklir.

Terlepas dari kekhawatiran tersebut, Dyah mengatakan tenaga nuklir merupakan salah satu opsi yang dapat dipertimbangkan terkait alternatif energi.

Terlebih, negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara juga sudah mulai mengembangkan tenaga nuklir.

"Kalau mereka saja sudah mulai mengoptimalkan, Indonesia jadi terlambat, terbelakang. Maka ini (tenaga nuklir) menjadi salah satu opsi untuk kita kembangkan," kata Dyah.

Opsi tenaga nuklir pun, kata dia, sudah tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).

Ia pun berharap melalui regulasi tersebut, pengembangan tenaga nuklir dapat terfasilitasi.

"Kami berharap fondasi hukum ini bermanfaat untuk penggunaan energi kita ke depannya," kata Dyah.

Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan bahwa PLTN masuk dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN).

"RUKN kita sudah mencantumkan bahwa nuklir bisa masuk tahun 2033," ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi dalam diskusi yang sama.

Yang menjadi perhatian saat ini, katanya, adalah masalah keselamatan, kesiapan teknologi, dan sumber daya manusia (SDM) yang menangani PLTN tersebut.

Oleh karena itu, Eniya mengatakan bahwa saat ini pembentukan Badan Pelaksana Program Energi Nuklir atau Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO) guna mengawasi pengimplementasian PLTN.

Baca juga: BRIN paparkan langkah pembangunan PLTN di Indonesia
Baca juga: Anggota DPR optimistis Indonesia mampu "go nuclear"
Baca juga: Roro Esti tekankan pentingnya ekonomi hijau di forum internasional