Jakarta (ANTARA) -
Aksi individu dan kolektif dari komunitas sangat dibutuhkan untuk mengurangi kasus infeksi dengue hingga mencapai target nol kematian akibat dengue di tahun 2030, kata dr Agus Handito, S.K.M., M.Epid., Tim Kerja Arbovirosis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

"Oleh karena itu, kami sangat mengapresiasi dukungan yang diberikan Takeda, ADVA, dan PJI melalui program edukasi untuk generasi muda ini. Inisiatif ini selaras dengan Strategi Nasional Penanggulangan Dengue 2021-2025, khususnya dalam aspek peningkatan keterlibatan masyarakat dan pengembangan inovasi," kata Agus dalam siaran pers pada Rabu.

Dalam Dengue Slayers Challenge, para siswa ditantang untuk menciptakan solusi inovatif pencegahan dan pengendalian DBD berupa media edukasi (Outreach), sistem pengawasan (Surveillance & Epidemiology), atau strategi pengendalian nyamuk (Vector Control: Prophylaxis/Prevention).

Untuk mendukung proses eksplorasi dan penyusunan ide, para siswa telah memperoleh lokakarya demam berdarah dengue, pelatihan design thinking, serta pendampingan dari mentor ahli di bidang kesehatan.

Sebagai puncak program, tim terbaik berkesempatan mewakili Indonesia untuk mempresentasikan ide mereka kepada komunitas internasional, pemimpin kesehatan masyarakat di pemerintah, dan pembuat keputusan pada ajang Asia Dengue Summit ke-7 di Kuala Lumpur, 5-7 Juni lalu.

Baca juga: Kiat jaga kesehatan ketika memasuki masa pancaroba

Baca juga: Di Kaltim, vaksin DBD terbukti turunkan kematian akibat Virus Dengue


Prestasi Junior Indonesia (PJI) dan Asia Dengue Voice and Action Group (ADVA), dengan dukungan PT Takeda Innovative Medicines (Takeda) dan Kementerian Kesehatan RI, mengimplementasikan Dengue Slayers Challenge, sebuah terobosan dalam edukasi penanganan demam berdarah dengue (DBD) bagi generasi muda.

Sejak Februari 2024, program tersebut telah berhasil meningkatkan pemahaman 123 siswa SMA/SMK dari 17 kota/kabupaten di Indonesia mengenai demam berdarah dengue serta memberdayakan mereka untuk mengembangkan 41 solusi inovatif pencegahan dan pengendalian demam berdarah dengue di komunitas mereka.

Hasilnya, para siswa sukses menggagas beragam ide brilian, seperti aplikasi seluler yang dapat memberi notifikasi area penularan DBD, program edukasi berbasis proyek yang berkolaborasi dengan pemerintah, serta buku interaktif edukasi DBD untuk anak-anak.

Keterlibatan generasi muda perlu didorong untuk berpartisipasi aktif dalam mengatasi tantangan yang dihadapi masyarakat, termasuk pencegahan kasus DBD.

Robert Gardiner, Academic Advisor and Operations Counsel Prestasi Junior Indonesia mengakui, melalui program ini, para siswa memperoleh pengalaman pertama mengeksplorasi demam berdarah dengue secara komprehensif sekaligus kesempatan mentransformasi aspirasi mereka menjadi sebuah karya nyata yang bermanfaat.

"Selama proses pembelajaran dan pengembangan ide, mereka juga mengasah keterampilan abad ke-21 yang sangat dibutuhkan, seperti berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi, dan kreativitas."

Senada dengan hal itu, Prof. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro, dr., SpA(K) selaku ADVA Steering Committee for Indonesia mengatakan inisiatif ini menjadi wujud nyata dari salah satu fokus kerja dalam meningkatkan partisipasi dan edukasi masyarakat di mana generasi muda yang terlibat dalam program ini adalah segmen masyarakat yang sangat penting dalam upaya penanggulangan DBD.

"Dengan sumber daya yang lebih baik dan didukung kreativitas, mereka memiliki kemampuan untuk menciptakan efek domino dalam menyebarkan pesan dan semangat bebas dari DBD kepada keluarga, sekolah, dan komunitas mereka. Kami antusias mengimplementasikan inisiatif perdana ini di lima negara di Asia Tenggara, meliputi Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand."

Kasus demam berdarah dengue menjadi isu kesehatan masyarakat Indonesia yang semakin urgen saat ini. Hingga pekan ke-22 tahun 2024, Kementerian Kesehatan RI telah mencatat 119.709 kasus demam berdarah dengan 777 kematian di 34 provinsi di Indonesia. Angka ini melonjak drastis hingga tiga kali lipat bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Situasi ini mendorong pengembangan upaya penanganan demam berdarah dengue yang kian inovatif dan melibatkan berbagai elemen masyarakat.

Andreas Gutknecht, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines menyatakan komitmen Takeda untuk memerangi DBD sebagai mitra jangka panjang pemerintah melalui pencegahan inovatif.

"Kami bekerja sama dengan pemerintah, asosiasi medis, perusahaan, sekolah, dan masyarakat untuk memperkuat pencegahan DBD yang komprehensif dan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi keluarga dan masyarakat di negeri ini."

Baca juga: Kemenkes sebut negara ASEAN punya komitmen bersama berantas DBD

Baca juga: Kemenkes: Interval puncak peningkatan kasus DBD semakin pendek

Baca juga: Kemenkes apresiasi PT Takeda perangi DBD di Indonesia ​​​​​​​