Jakarta (ANTARA) - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa pemerintah akan menyerahkan pengelolaan komoditas kakao dan kelapa kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Kebijakan itu, menurut Zulhas, diputuskan dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, untuk merespons penurunan produksi kakao dan kelapa, yang selama ini dihasilkan dari perkebunan rakyat.

“(Awalnya) diusulkan untuk membuat badan (baru), tetapi tadi akhirnya diputuskan badannya digabung dengan BPDPKS. Digabung di situ, ditambah satu divisi yaitu kakao dan kelapa,” kata Zulhas seusai rapat.

Baca juga: Jabar jajaki ekspor kopi-kakao ke Filipina

Mendag menuturkan pembentukan divisi khusus kakao dan kelapa di BPDPKS ditujukan untuk membantu pelaksanaan pembibitan serta riset dalam pengembangan kedua komoditas pertanian tersebut.

“Jadi (diharapkan) ada subsidi silang untuk pembibitan, riset, dan segala macam hal mengenai kelapa dan kakao ini nanti digabungkan ke BPDPKS,” kata dia.

Dengan bergabungnya pengelolaan kakao dan kelapa ke BPDPKS, ujar Zulhas, eksportir kedua produk tersebut dipastikan tidak perlu membayar iuran tambahan.

“Jadi kakao (kalau dibentuk) badan sendiri, dipunguti lagi kan nggak mungkin. Berat kan. Kalau di BPDPKS kan dananya (ada) Rp50 triliun lebih. Ya tadi saya bilang, saya usulkan tidak boleh ditambah lagi (iurannya),” kata Zulhas.

Baca juga: Pemkab Jayapura kirim 4 ton biji kakao ke Bali

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi biji kakao Indonesia yaitu 641,7 ribu ton sepanjang 2023. Volume ini turun 1,36 persen dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Kakao Indonesia paling banyak dihasilkan oleh provinsi-provinsi di Pulau Sulawesi dan Sumatera.

Pada 2020, Indonesia memperoleh predikat sebagai produsen kakao terbesar ketiga di dunia, setelah Pantai Gading dan Ghana.