Menko PMK: Cuti melahirkan enam bulan butuh kesediaan dunia usaha
9 Juli 2024 21:49 WIB
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy saat ditemui, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (9/7/2024). ANTARA/Aria Cindyara
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menilai cuti melahirkan hingga maksimal enam bulan dalam Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) membutuhkan kesediaan semua pihak, terutama dunia usaha.
"Jadi, (hak cuti melahirkan) ini memang butuh kesediaan semua pihak, terutama pelaku dunia usaha untuk menerima dengan lapang dada," kata Muhadjir saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa.
Pernyataan Muhadjir tersebut menanggapi dunia usaha yang mempertimbangkan untuk mengurangi pegawai perempuan dalam proses rekrutmen perusahaan.
Wacana tersebut muncul, karena UU KIA dalam salah satu pasalnya memberikan fasilitas hak cuti melahirkan untuk ibu berstatus pekerja selama maksimal enam bulan, sehingga dapat mengurangi produktivitas kerja.
Menurut Muhadjir, kebijakan tersebut tentu tidak berpihak pada dunia usaha, namun pemerintah menilai hak cuti melahirkan untuk ibu pekerja bertujuan mempersiapkan generasi emas Indonesia.
Baca juga: Jokowi teken UU KIA untuk hak keluarga di 1.000 hari pertama kehidupan
Pada sisi lain, Muhadjir juga mengakui kebijakan tersebut tentu mengurangi produktivitas ibu pekerja di tempat perusahaannya bernaung.
"Ini kan ada tujuan lebih 'urgent' gitu ya daripada kepentingan jangka pendek. Saya tahu itu akan mengurangi produktivitas. Tapi kan produktivitas itu tidak hanya bisa diukur dari jam kerja kan, tapi juga tingkat intensitas dan kualitas ketika dia bekerja itu," kata Muhadjir.
Muhadjir menambahkan cuti melahirkan untuk ibu menyusui juga akan membuat sang ibu bekerja lebih maksimal, karena anak tumbuh dalam pengasuhan orangtua langsung.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta pada 2 Juli 2024.
UU tersebut memuat sejumlah hak ibu yang berstatus sebagai pekerja, salah satunya berkaitan dengan hak cuti pascamelahirkan maksimal selama enam bulan.
Pasal 4 ayat 3 memuat hak cuti paling singkat tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan berikutnya jika sang ibu terdapat kondisi khusus, seperti mengalami masalah kesehatan, komplikasi pascapersalinan, atau anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan.
Baca juga: Presiden Jokowi: Cuti melahirkan enam bulan sangat manusiawi
Baca juga: Kementerian PPPA pastikan UU KIA tak bertentangan dengan UU lain
"Jadi, (hak cuti melahirkan) ini memang butuh kesediaan semua pihak, terutama pelaku dunia usaha untuk menerima dengan lapang dada," kata Muhadjir saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa.
Pernyataan Muhadjir tersebut menanggapi dunia usaha yang mempertimbangkan untuk mengurangi pegawai perempuan dalam proses rekrutmen perusahaan.
Wacana tersebut muncul, karena UU KIA dalam salah satu pasalnya memberikan fasilitas hak cuti melahirkan untuk ibu berstatus pekerja selama maksimal enam bulan, sehingga dapat mengurangi produktivitas kerja.
Menurut Muhadjir, kebijakan tersebut tentu tidak berpihak pada dunia usaha, namun pemerintah menilai hak cuti melahirkan untuk ibu pekerja bertujuan mempersiapkan generasi emas Indonesia.
Baca juga: Jokowi teken UU KIA untuk hak keluarga di 1.000 hari pertama kehidupan
Pada sisi lain, Muhadjir juga mengakui kebijakan tersebut tentu mengurangi produktivitas ibu pekerja di tempat perusahaannya bernaung.
"Ini kan ada tujuan lebih 'urgent' gitu ya daripada kepentingan jangka pendek. Saya tahu itu akan mengurangi produktivitas. Tapi kan produktivitas itu tidak hanya bisa diukur dari jam kerja kan, tapi juga tingkat intensitas dan kualitas ketika dia bekerja itu," kata Muhadjir.
Muhadjir menambahkan cuti melahirkan untuk ibu menyusui juga akan membuat sang ibu bekerja lebih maksimal, karena anak tumbuh dalam pengasuhan orangtua langsung.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta pada 2 Juli 2024.
UU tersebut memuat sejumlah hak ibu yang berstatus sebagai pekerja, salah satunya berkaitan dengan hak cuti pascamelahirkan maksimal selama enam bulan.
Pasal 4 ayat 3 memuat hak cuti paling singkat tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan berikutnya jika sang ibu terdapat kondisi khusus, seperti mengalami masalah kesehatan, komplikasi pascapersalinan, atau anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan.
Baca juga: Presiden Jokowi: Cuti melahirkan enam bulan sangat manusiawi
Baca juga: Kementerian PPPA pastikan UU KIA tak bertentangan dengan UU lain
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024
Tags: