Kota Padangpanjang dan Payakumbuh diselimuti kabut
13 Februari 2014 23:06 WIB
Sebuah pesawat komersial melintas di antara kabut asap, di langit kota Padang, Sumbar, Kamis (13/2). Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ketaping, tiga hari terakhir kabut asap yang timbul akibat kebakaran lahan di Provinsi Riau berdampak hingga ke Sumbar terutama di Kota Padang di arah Timur Laut yang mengganggu aktivitas nelayan dan kapal. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra) ()
Padangpanjang (ANTARA News) - Kota Padangpanjang dan Payakumbuh, Sumatera Barat diselimuti kabut asap yang diduga berasal dari kebakaran lahan di Provinsi Riau dan Jambi yang dibawa angin.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Setdako Padangpanjang MA Dalmenda, Kamis, mengatakan, kabut asap yang menyelimuti Kota Padangpanjang sepanjang hari ini diduga akibat kebakaran hutan di Provinsi Riau dan Jambi.
"Kabut asap ini merupakan kiriman dari kebakaran hutan di provinsi tetangga. Mengingat banyaknya titik api yang ditemukan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan geofisika beberapa waktu lalu," katanya.
Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kotapadang Maisir mengatakan, pihaknya belum dapat mengetahui sejauh mana efek pencemaran udara dari dampak kabut asap tersebut, karena belum adanya alat untuk mengukur pencemaran udara.
"Kami belum memiliki alat untuk mengukur sejauh mana pencemaran udara yang terjadi di sini. Karena kami tidak memiliki alat," katanya.
Ia mengatakan, alat untuk mengukur tingkat pencemaran udara tersebut hanya dimiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) provinsi.
Lebih lanjut dia mengatakan, dampak kabut asap yang diperoleh masyarakat Padang Panjang kali ini lebih terasa dibanding kebakaran lahan di Riau pada tahun lalu.
"Jika bandingkan dengan tahun lalu, asap dampak kebakaran lahan di Riau kali ini cukup terasa diterima masyarakat Padangpanjang," katanya.
Dia mengimbau terhadap masyarakat yang beraktivitas di luar rumah agar menggunakan masker sebagai antisipasi terhadap kabut asap yang ada saat ini.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Padangpanjang Dasril mengatakan, kabut asap yang diduga kirimnan dari provinsi tetangga itu bisa berakibat penyakit kepada saluran pernafasan.
"Kabut asap ini memiliki risiko kepada pernafasan yang bisa menimbulkan penyakit ISPA, maka kita berharap kepada masyarakat bisa melakukan tindakan preventif untuk sementara," katanya.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Setdako Padangpanjang MA Dalmenda, Kamis, mengatakan, kabut asap yang menyelimuti Kota Padangpanjang sepanjang hari ini diduga akibat kebakaran hutan di Provinsi Riau dan Jambi.
"Kabut asap ini merupakan kiriman dari kebakaran hutan di provinsi tetangga. Mengingat banyaknya titik api yang ditemukan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan geofisika beberapa waktu lalu," katanya.
Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kotapadang Maisir mengatakan, pihaknya belum dapat mengetahui sejauh mana efek pencemaran udara dari dampak kabut asap tersebut, karena belum adanya alat untuk mengukur pencemaran udara.
"Kami belum memiliki alat untuk mengukur sejauh mana pencemaran udara yang terjadi di sini. Karena kami tidak memiliki alat," katanya.
Ia mengatakan, alat untuk mengukur tingkat pencemaran udara tersebut hanya dimiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) provinsi.
Lebih lanjut dia mengatakan, dampak kabut asap yang diperoleh masyarakat Padang Panjang kali ini lebih terasa dibanding kebakaran lahan di Riau pada tahun lalu.
"Jika bandingkan dengan tahun lalu, asap dampak kebakaran lahan di Riau kali ini cukup terasa diterima masyarakat Padangpanjang," katanya.
Dia mengimbau terhadap masyarakat yang beraktivitas di luar rumah agar menggunakan masker sebagai antisipasi terhadap kabut asap yang ada saat ini.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Padangpanjang Dasril mengatakan, kabut asap yang diduga kirimnan dari provinsi tetangga itu bisa berakibat penyakit kepada saluran pernafasan.
"Kabut asap ini memiliki risiko kepada pernafasan yang bisa menimbulkan penyakit ISPA, maka kita berharap kepada masyarakat bisa melakukan tindakan preventif untuk sementara," katanya.
Pewarta: Altas Maulana
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: