Dosen Unej menangkan uji materi Perppu MK
13 Februari 2014 22:13 WIB
UU Perppu MK ditolak Para pemohon (dari kiri-kanan) Dhimas Pradana, Aan Sukirman, Samsudin, A Muhammad Asrun, dan Dorel Almir mengekspresikan kegembiraan seusai sidang pleno Pengujian Uu No. 4 Tahun 2014 Tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Uu No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi dengan agenda pengucapan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/2). (ANTARA FOTO/Andika Wahyu) (
Jember (ANTARA News) - Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej), Jawa Timur, memenangkan uji materi (judicial review) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi.
"Alhamdulillah seluruh permohonan kami dikabulkan oleh hakim MK," kata salah seorang pemohon uji materi Dr Nurul Ghufron di Kabupaten Jember, Kamis malam.
Sebanyak tujuh dosen Fakultas Hukum Unej mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi karena dinilai melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Mereka adalah Nurul Ghufron, Aries Harianto, Gautama Budi Arundhati, Firman Floranta Adonara, Samuel Saut Martua, Dodik Prihatin, dan Iwan Rachmat Soetijono. Selain dosen Unej, uji materi UU tersebut juga diajukan sejumlah pengacara yang sering beracara di MK.
"Ada beberapa poin yang diajukan dalam uji materi itu yakni tentang seleksi calon hakim MK yang disyaratkan negarawan dan berijazah doktor (S-3) sebagaimana diatur dalam pasal 15, namun calon hakim MK tersebut diseleksi oleh panel ahli yang memiliki ijazah berpendidikan magister (S-2) dan tidak ada persyaratan negarawan," tuturnya.
Selain itu, pemohon juga menyayangkan pelibatan Komisi Yudisial dalam pengangkatan hakim MK sebagaimana diatur dalam pasal 18B yang menyatakan panel ahli menyelesaikan tugasnya dalam jangka waktu paling lama tiga bulan setelah dibentuk oleh Komisi Yudisial (KY).
"Putusan MK yang membatalkan UU Nomor 4 Tahun 2014 itu harus dipatuhi semua pihak karena Indonesia adalah negara hukum, sehingga Perppu tentang MK yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dianggap tidak ada atau tidak berlaku lagi," ucap dosen yang akrab disapa Ghufron itu.
Dengan demikian, lanjut dia, konsekuensi dari putusan hakim MK tersebut sudah jelas bahwa UU Nomor 4 Tahun 2014 tidak berlaku dan harus kembali ke undang-undang yang lama yakni Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dalam melakukan seleksi hakim MK.
Tujuh dosen Fakultas Hukum Unej tersebut mengikuti sidang putusan judicial review UU Nomor 4 Tahun 2014 melalui "video conference" dari kampus setempat, sehingga mereka tidak perlu hadir di Mahkamah Konstitusi.
"Sejak awal saat mengajukan uji materi tentang Perppu MK, kami sudah optimistis bahwa permohonan kami akan dikabulkan dan setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan keadilan," ujar Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Unej itu.
Dalam sidang pembacaan putusan yang dilakukan delapan hakim konstitusi di ruang sidang MK yang diketuai oleh Hamdan Zoelva, pada Kamis sore, mengungkapkan bahwa hakim MK memutuskan untuk mengabulkan seluruh permohonan pemohon yang dicantumkan dalam pengajuan uji materi UU tersebut.
Berdasarkan uji materi, UU Nomor 4 Tahun 2014 berserta seluruh lampirannya bertentangan dengan UUD 1945 dan UU tersebut juga diputuskan tidak memiliki kekuatan hukum tetap.
(KR-FQH/I007)
"Alhamdulillah seluruh permohonan kami dikabulkan oleh hakim MK," kata salah seorang pemohon uji materi Dr Nurul Ghufron di Kabupaten Jember, Kamis malam.
Sebanyak tujuh dosen Fakultas Hukum Unej mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi karena dinilai melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Mereka adalah Nurul Ghufron, Aries Harianto, Gautama Budi Arundhati, Firman Floranta Adonara, Samuel Saut Martua, Dodik Prihatin, dan Iwan Rachmat Soetijono. Selain dosen Unej, uji materi UU tersebut juga diajukan sejumlah pengacara yang sering beracara di MK.
"Ada beberapa poin yang diajukan dalam uji materi itu yakni tentang seleksi calon hakim MK yang disyaratkan negarawan dan berijazah doktor (S-3) sebagaimana diatur dalam pasal 15, namun calon hakim MK tersebut diseleksi oleh panel ahli yang memiliki ijazah berpendidikan magister (S-2) dan tidak ada persyaratan negarawan," tuturnya.
Selain itu, pemohon juga menyayangkan pelibatan Komisi Yudisial dalam pengangkatan hakim MK sebagaimana diatur dalam pasal 18B yang menyatakan panel ahli menyelesaikan tugasnya dalam jangka waktu paling lama tiga bulan setelah dibentuk oleh Komisi Yudisial (KY).
"Putusan MK yang membatalkan UU Nomor 4 Tahun 2014 itu harus dipatuhi semua pihak karena Indonesia adalah negara hukum, sehingga Perppu tentang MK yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dianggap tidak ada atau tidak berlaku lagi," ucap dosen yang akrab disapa Ghufron itu.
Dengan demikian, lanjut dia, konsekuensi dari putusan hakim MK tersebut sudah jelas bahwa UU Nomor 4 Tahun 2014 tidak berlaku dan harus kembali ke undang-undang yang lama yakni Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dalam melakukan seleksi hakim MK.
Tujuh dosen Fakultas Hukum Unej tersebut mengikuti sidang putusan judicial review UU Nomor 4 Tahun 2014 melalui "video conference" dari kampus setempat, sehingga mereka tidak perlu hadir di Mahkamah Konstitusi.
"Sejak awal saat mengajukan uji materi tentang Perppu MK, kami sudah optimistis bahwa permohonan kami akan dikabulkan dan setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan keadilan," ujar Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Unej itu.
Dalam sidang pembacaan putusan yang dilakukan delapan hakim konstitusi di ruang sidang MK yang diketuai oleh Hamdan Zoelva, pada Kamis sore, mengungkapkan bahwa hakim MK memutuskan untuk mengabulkan seluruh permohonan pemohon yang dicantumkan dalam pengajuan uji materi UU tersebut.
Berdasarkan uji materi, UU Nomor 4 Tahun 2014 berserta seluruh lampirannya bertentangan dengan UUD 1945 dan UU tersebut juga diputuskan tidak memiliki kekuatan hukum tetap.
(KR-FQH/I007)
Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: