Washington (ANTARA News) - Mantan Presiden Iran Mohammed Khatami, Jumat mengecam serangan 11 September terhadap AS sebagai suatu kekejamaan dan mengatakan pembom-pembom bunuh diri akibat perlakuan yang tidak adil terhadap Islam tidak akan membuat mereka masuk surga. Tiga hari sebelum ulang tahun kelima serangan yang menewaskan hampir 3.000 orang di AS itu, ulama Syiah tersebut mendesak ummat Islam bekerja melawan "Islamphobi" yang menurutnya meningkat sejak kelompok garis keras Islam membajak pesawat dan menabrakkannya ke Pusat Perdagangan Dunia, Pentagon dan sebuah lapangan di Pennsylvania, AS. Dua kejahatan itu dilakukan pada 11 September -- warga-warga sipil tewas dan itu dilakukan atas nama Islam, kata Khatami dalam ceramahnya di Dewan Hubungan Amerika-Islam, satu kelompok hak asasi manusia. "Kami yang Muslim seharusnya mengecam kekejaman-kekejaman ini bahkan harus lebih keras," katanya. "Teroris, yang melakukan pembunuhan terhadap warga sipil, adalah manusia yang tidak bermoral... (dan) tidak akan masuk surga" dan mereka melakukannya atas nama Islam 'adalah pembohongan'," katanya. Menjelang berakhir kunjungannya ke lima kota AS di mana ia banyak menekankan tema-tema dialog dan hidup berdamping secara damai, Khatami tetap memicu kontroversi. Satu kelompok pro Israel yang berpusat di AS, Proyek Israel, dalam siaran pers mengeluhkan bahwa presiden Iran tahun 1997 sampai 2005 itu "berusaha cuci tangan catatan pembangunan nuklir Iran, mendukung teror dan pelanggaran hak asasi manusia." Dalam wawancara dengan majalah Time, Khatami menyesalkan krisis sandera AS tahun 1979 dan mengaku Holocaust (pembantaian manusia) terhadap enam juta warga Yahudi sebagai "fakta sejarah". "Saya yakin Holocoust adalah kejahatan yang dilakukan pihak Nazi. Tapi mungkin itu Holocaust, yang adalah satu fakta mutlak, satu fakta sejarah disalahgunakan. Holocaust seharusnya tidak ada, bagaimanapun juga, tidak ada satu alasanpun bagi penindasan hak rakyat hak Palestina," katanya seperti dilaporkan Reuters. Khatami, yang dianggap seorang reformis selama menjadi presiden, banyak dihambat oleh para ulama konservatif yang kuat. Penggantinya yang berhaluan keras, Mahammad Ahmadinejad menerapkan kembali kebijakan dalam negeri yang konservatif, sementara mengancam akan menghancurkan Israel dan membatah Holocaust. Menyinggung krisis sandera tahun 1979, ketika mahasiswa radikal menduduki Kedubes AS di Teheran dan menahan 52 warga AS selama 44 hari, Khatami mengatakan "Saya menyesalkan krisis sandera itu itu... saya bersimpati dengan para sandera dan keluarga mereka atas kehilangan mereka dan cedera tapi ini adalah (juga) satu reaksi revolusioner terhadap setengah abad AS manyandera Iran." Khatami adalah tokoh paling penting Iran mengunjungi AS, di luar markasbesar PBB New York dalam puluhan tahun belakangan ini. Ahmadinejad berpidato di Majelis Umum PBB dan meminta visa untuk melakukan hal yang sama tahun ini. Kunjungan Khatami ke AS menimbulkan kontroversi sehubungan dengan tuduhan AS bahwa Iran sedang berusaha membuat senjata atom, sponsor terorisme dan mempersenjatai para pejuang Hizbullah di Lebanon. Dalam satu jumpa wartawan, Kamis, Khatami memperingatkan AS untuk tidak mengancam Iran. Ketika mendesak suatu dialog di antara peradaban-peradaban, ia mengatakan juga masih ada ketidak percayaan bagi Washington dan Teheran untuk berunding sekarang. Khatami mengemukakan kepada Time ia "benar-benar terganggu" dengan tudingan Presiden George Bush terhadap Iran dengan menyebut Iran sebagai bagian dari satu "poros kejahatan" dan memuji Amerika sebagai satu "negara besar."(*)