Jakarta (ANTARA News) - Terlalu banyak banyak atau terlalu singkat tidur bisa meningkatkan risiko terkena depresi. Ini adalah hasil kesimpulan dua penelitian terbaru soal kesehatan tidur.

Lama tidur yang tidak teratur bisa mengaktifkan gen-gen terkait dengan depresi, kata para peneliti dalam jurnal Sleep edisi 1 Februari.

Salah satu penelitian telah meneliti lebih dari 1.700 kembar dewasa dan diantara mereka yang waktu tidurnya normal menghadapi risiko depresi 27 persen, sedangkan yang tidurnya hanya lima jam semalam menghadapi risiko depresi 53 persen. Tapi mereka yang tidur 10 jam per malam menghadapi risiko depresi 49 persen.

"Baik lama tidur yang pendek dan terlalu lama bisa mengaktifkan gen-gen yang bertautan dengan simptom depresi," kata kepala penelitian Dr. Nathaniel Watson, profesor neurologi dan pengelola Pusat Kesehatan Tidur Universitas Washington di Seattle.

Menjamin pasien mendapatkan level optimal tidur akan menjadi salah satu cara dalam meningkatkan efektivitas perlakuan untuk depresi, sambung dia.

Penelitian kedua melibatkan lebih dari 4.100 remaja 11 sampai 17 tahun, yang menyimpulkan bahwa tidur enam jam atau kurang bisa menaikkan risiko terkena depresi besar, demikian pula yang tidurnya terlalu singkat.

"Hasil penelitian itu penting karena menyebutkan gangguan tidur mungkin menjadi pengantar bagi depresi besar pada masa remaja, terjadi sebelum simpton depresi besar dan gangguan mood tambahan,” kata peneliti Dr. Robert Roberts, profesor ilmu prilaku pada Pusat Ilmu Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Texas.

"Pertanyaan mengenai gangguan tidur dan jam tidur mesti menjadi bagian dari riwayat medis remaja untuk memastikan risiko,” sambung dia seperti dikutip Health.com.

"Tidur yang sehat penting bagi kondisi fisik, mental dan emosi," kata Dr. M. Safwan Badr, presiden Akademi Kesehatan Tidur Amerika (AASM). "Riset baru ini menekankan bahwa kita bisa berinvestasi untuk kesehatan kita dengan memprioritaskan tidur.”