Jaksa: Dalih SYL tak punya harta bertentangan dengan aset yang disita
8 Juli 2024 18:54 WIB
Sidang pembacaan tanggapan penuntut umum terhadap pembelaan terdakwa (replik) terkait kasus dugaan korupsi lingkungan Kementan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (8/7/2024). (ANTARA/Agatha Olivia Victoria)
Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum(JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Meyer Simanjuntak mengatakan dalih Menteri Pertanian (Mentan) periode 2019-2023 Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang mengaku tidak memiliki banyak harta bertentangan dengan aset yang disita.
Adapun dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pleidoi) sebelumnya, SYL berdalih tak mungkin melakukan korupsi karena tidak kaya raya dan rumahnya di Makassar, Sulawesi Selatan merupakan program rumah murah Bank Tabungan Negara (BTN) dan terkadang masih kebanjiran.
"Dalih terdakwa tersebut tidak berdasar dan patut ditolak atau setidaknya dikesampingkan," kata Meyer dalam sidang pembacaan tanggapan penuntut umum terhadap pembelaan terdakwa (replik) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin.
Jaksa membeberkan, beberapa barang bukti hasil penggeledahan dan penyitaan KPK berupa uang dan aset SYL meliputi uang senilai puluhan miliar rupiah yang disita dari hasil penggeledahan di rumah dinas SYL di Jalan Widya Chandra, Kebayoran Baru, Jakarta.
Kemudian, rumah mewah SYL di Jalan Limo, Kebayoran Lama, Jakarta yang disita KPK, rumah mewah SYL di daerah Panakkukang, Makassar , Sulawesi Selatan, Mobil Toyota Alphard atau Vellfire yang telah diserahkan atau disita KPK, mobil Mercedes Benz Sprinter yang disita KPK, uang miliaran rupiah di rekening SYL yang telah diblokir, hingga pembayaran jasa mantan penasihat hukum SYL, Febri Diansyah dan kawan-kawan sebesar Rp3,1 miliar.
Selain berbagai aset tersebut, kata dia, masih banyak lagi aset-aset SYL lainnya, baik yang disimpan maupun disembunyikan, yang saat ini masih didalami KPK terkait dakwaan baru tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Ya seperti diduga hotel dan lainnya yang hingga saat ini masih dalam penyidikan dalam perkara TPPU atas nama SYL," ungkapnya.
Sebelumnya, SYL dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) pada rentang waktu 2020-2023.
Selain itu, SYL dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp44,27 miliar dan ditambah 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS), dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.
Jaksa menuntut agar SYL dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus tersebut, SYL menjadi terdakwa lantaran diduga melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar.
Pemerasan dilakukan Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi dan keluarga SYL.
Baca juga: Jaksa nilai pembelaan SYL dan penasihat hukum tidak konsisten
Baca juga: SYL minta dibebaskan dari tuntutan pidana penjara 12 tahun
Baca juga: Jaksa sebut tuntutan penjara SYL selama 12 tahun sudah adil
Adapun dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pleidoi) sebelumnya, SYL berdalih tak mungkin melakukan korupsi karena tidak kaya raya dan rumahnya di Makassar, Sulawesi Selatan merupakan program rumah murah Bank Tabungan Negara (BTN) dan terkadang masih kebanjiran.
"Dalih terdakwa tersebut tidak berdasar dan patut ditolak atau setidaknya dikesampingkan," kata Meyer dalam sidang pembacaan tanggapan penuntut umum terhadap pembelaan terdakwa (replik) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin.
Jaksa membeberkan, beberapa barang bukti hasil penggeledahan dan penyitaan KPK berupa uang dan aset SYL meliputi uang senilai puluhan miliar rupiah yang disita dari hasil penggeledahan di rumah dinas SYL di Jalan Widya Chandra, Kebayoran Baru, Jakarta.
Kemudian, rumah mewah SYL di Jalan Limo, Kebayoran Lama, Jakarta yang disita KPK, rumah mewah SYL di daerah Panakkukang, Makassar , Sulawesi Selatan, Mobil Toyota Alphard atau Vellfire yang telah diserahkan atau disita KPK, mobil Mercedes Benz Sprinter yang disita KPK, uang miliaran rupiah di rekening SYL yang telah diblokir, hingga pembayaran jasa mantan penasihat hukum SYL, Febri Diansyah dan kawan-kawan sebesar Rp3,1 miliar.
Selain berbagai aset tersebut, kata dia, masih banyak lagi aset-aset SYL lainnya, baik yang disimpan maupun disembunyikan, yang saat ini masih didalami KPK terkait dakwaan baru tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Ya seperti diduga hotel dan lainnya yang hingga saat ini masih dalam penyidikan dalam perkara TPPU atas nama SYL," ungkapnya.
Sebelumnya, SYL dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) pada rentang waktu 2020-2023.
Selain itu, SYL dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp44,27 miliar dan ditambah 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS), dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.
Jaksa menuntut agar SYL dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus tersebut, SYL menjadi terdakwa lantaran diduga melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar.
Pemerasan dilakukan Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi dan keluarga SYL.
Baca juga: Jaksa nilai pembelaan SYL dan penasihat hukum tidak konsisten
Baca juga: SYL minta dibebaskan dari tuntutan pidana penjara 12 tahun
Baca juga: Jaksa sebut tuntutan penjara SYL selama 12 tahun sudah adil
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024
Tags: