CTC data tutupan terumbu karang Nusa Penida Bali capai 60 persen
8 Juli 2024 15:08 WIB
Arsip foto - Relawan merestorasi terumbu karang di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida di Kabupaten Klungkung, Bali, Kamis (30/11/2023). ANTARA/HO-CTC Bali
Denpasar (ANTARA) - Yayasan independen dan nirlaba Pusat Segitiga Karang (Coral Triangle Center/CTC) Bali mendata tutupan terumbu karang di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida di Kabupaten Klungkung mencapai 60 persen berdasarkan pemantauan sejak 2008-2024.
“Trennya relatif stabil dan sekarang ini rata-rata 60 persen,” kata Penasihat Konservasi Laut CTC Bali Marthen Welly di Denpasar, Senin.
Menurut dia, persentase kehidupan terumbu karang di gugusan tiga pulau yakni Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan itu tergolong baik meski saat ini menjadi magnet wisata bahari di Bali.
Ia menjelaskan angka persentase tutupan terumbu karang 0-25 persen tergolong buruk, kemudian 25-50 persen tergolong sedang dan di atas 50 persen menunjukkan terumbu karang yang sehat karena dapat tumbuh baik.
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa ada 40 persen perairan bawah laut di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida belum tertutupi terumbu karang karena terumbu karang yang rusak dan karena faktor alami bawah laut yang berpasir sehingga tidak ditumbuhi oleh terumbu karang.
Untuk menambah persentase tutupan terumbu karang, kata dia, perlu dilakukan lebih intensif upaya restorasi terumbu karang.
Sejak tiga tahun lalu, kata dia, pihaknya merestorasi dengan menempatkan 1.000 wadah restorasi karang berbentuk bintang (reef star) atau setara luas sekitar 2.000 meter persegi di perairan yang terumbu karangnya rusak yakni di Desa Toya Pakeh dan Desa Ped.
Aktivis kelautan itu menjelaskan kerusakan terumbu karang disebabkan di antaranya oleh aktivitas manusia dan faktor bencana alam misalnya banjir sehingga menimbulkan sedimen yang menutupi terumbu karang.
Marthen menambahkan untuk memantau kondisi terumbu karang, pihaknya menggunakan metode Point Intercept Transect (PIT) di 14 titik permanen dengan kondisi berbeda yang mewakili perairan Nusa Penida.
Ia menjelaskan 14 titik itu di antaranya titik-titik yang terkenal sebagai tujuan wisata menyelam misalnya Toya Pakeh, Crystal Bay, Manta Point, Ped hingga Lembongan.
Dalam setiap pemantauan menggunakan metode PIT, pihaknya membentangkan tali berukuran panjang 150 meter untuk memudahkan pencatatan jenis terumbu karang dan kondisinya.
Ada pun tali dibentangkan di kedalaman tiga meter dan 10 meter sesuai standar internasional karena mewakili perairan dangkal dan dalam.
“Dari 150 meter itu nanti ditotal berapa persen karang yang mati, karang hidup, alga dan pasir,” imbuhnya.
Selain itu, pihaknya juga menemukan bahwa kondisi terumbu karang Nusa Penida juga minim terserang penyakit di antaranya penyakit pemutihan atau coral white band disease dan penghitaman karang atau coral black band disease.
“Tidak banyak kami jumpai terumbu karang penyakit di Nusa Penida, masih batas bawah dan bisa ditoleransi,” katanya.
Ada pun penyebab penyakit karang itu, kata dia, yakni akibat polusi, limbah cair hingga sampah plastik.
Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida memiliki luas mencapai 20.057 hektare terdiri dari Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan.
Berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Kelautan dan Perikanan Nomor 24 tahun 2014, Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida itu dikelola sebagai Taman Wisata Perairan.
Baca juga: Restorasi dan kuota demi hidup terumbu karang di Nusa Penida Bali
Baca juga: Menparekraf: Festival di Klungkung beri pengalaman unik bagi wisatawan
Baca juga: PLN beberkan upaya tambahan energi terbarukan di Nusa Penida
“Trennya relatif stabil dan sekarang ini rata-rata 60 persen,” kata Penasihat Konservasi Laut CTC Bali Marthen Welly di Denpasar, Senin.
Menurut dia, persentase kehidupan terumbu karang di gugusan tiga pulau yakni Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan itu tergolong baik meski saat ini menjadi magnet wisata bahari di Bali.
Ia menjelaskan angka persentase tutupan terumbu karang 0-25 persen tergolong buruk, kemudian 25-50 persen tergolong sedang dan di atas 50 persen menunjukkan terumbu karang yang sehat karena dapat tumbuh baik.
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa ada 40 persen perairan bawah laut di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida belum tertutupi terumbu karang karena terumbu karang yang rusak dan karena faktor alami bawah laut yang berpasir sehingga tidak ditumbuhi oleh terumbu karang.
Untuk menambah persentase tutupan terumbu karang, kata dia, perlu dilakukan lebih intensif upaya restorasi terumbu karang.
Sejak tiga tahun lalu, kata dia, pihaknya merestorasi dengan menempatkan 1.000 wadah restorasi karang berbentuk bintang (reef star) atau setara luas sekitar 2.000 meter persegi di perairan yang terumbu karangnya rusak yakni di Desa Toya Pakeh dan Desa Ped.
Aktivis kelautan itu menjelaskan kerusakan terumbu karang disebabkan di antaranya oleh aktivitas manusia dan faktor bencana alam misalnya banjir sehingga menimbulkan sedimen yang menutupi terumbu karang.
Marthen menambahkan untuk memantau kondisi terumbu karang, pihaknya menggunakan metode Point Intercept Transect (PIT) di 14 titik permanen dengan kondisi berbeda yang mewakili perairan Nusa Penida.
Ia menjelaskan 14 titik itu di antaranya titik-titik yang terkenal sebagai tujuan wisata menyelam misalnya Toya Pakeh, Crystal Bay, Manta Point, Ped hingga Lembongan.
Dalam setiap pemantauan menggunakan metode PIT, pihaknya membentangkan tali berukuran panjang 150 meter untuk memudahkan pencatatan jenis terumbu karang dan kondisinya.
Ada pun tali dibentangkan di kedalaman tiga meter dan 10 meter sesuai standar internasional karena mewakili perairan dangkal dan dalam.
“Dari 150 meter itu nanti ditotal berapa persen karang yang mati, karang hidup, alga dan pasir,” imbuhnya.
Selain itu, pihaknya juga menemukan bahwa kondisi terumbu karang Nusa Penida juga minim terserang penyakit di antaranya penyakit pemutihan atau coral white band disease dan penghitaman karang atau coral black band disease.
“Tidak banyak kami jumpai terumbu karang penyakit di Nusa Penida, masih batas bawah dan bisa ditoleransi,” katanya.
Ada pun penyebab penyakit karang itu, kata dia, yakni akibat polusi, limbah cair hingga sampah plastik.
Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida memiliki luas mencapai 20.057 hektare terdiri dari Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan.
Berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Kelautan dan Perikanan Nomor 24 tahun 2014, Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida itu dikelola sebagai Taman Wisata Perairan.
Baca juga: Restorasi dan kuota demi hidup terumbu karang di Nusa Penida Bali
Baca juga: Menparekraf: Festival di Klungkung beri pengalaman unik bagi wisatawan
Baca juga: PLN beberkan upaya tambahan energi terbarukan di Nusa Penida
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024
Tags: