Pengadilan Tipikor perintahkan Gazalba Saleh kembali ditahan
8 Juli 2024 12:19 WIB
Mantan Hakim Agung Gazalba Saleh kembali menjalankan sidang kasus dugaan korupsi penanganan perkara Mahkamah Agung (MA) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/7/2024). ANTARA/Agatha Olivia Victoria
Jakarta (ANTARA) - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memerintahkan agar mantan Hakim Agung Gazalba Saleh kembali ditahan selama menjalankan persidangan kasus dugaan korupsi penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
"Jadi mulai hari ini Pak Gazalba Saleh melaksanakan penetapan ini lagi, perpanjangan tahanan lagi," kata Hakim Ketua Fahzal Hendri dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.
Dengan demikian, Gazalba akan kembali ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IA Jakarta Timur paling lama 57 hari.
Menanggapi keputusan tersebut, penasihat hukum Gazalba meminta Majelis Hakim mempertimbangkan agar kliennya tidak ditahan mengingat Gazalba memiliki domisili dan pekerjaan yang jelas.
Senada, Gazalba pun turut meminta agar permohonan yang diajukan lengkap secara tertulis itu dikabulkan Majelis Hakim.
"Yang Mulia, mohon dipertimbangkan surat dari penasihat hukum saya," ucap Gazalba.
Kendati demikian, Majelis Hakim tetap meminta Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menahan Gazalba. Namun apabila Gazalba tetap ingin mengajukan permintaan tersebut, Fahzal menyebutkan permohonan bisa diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menaungi Pengadilan Tipikor.
"Masa penahanan ini bukan tahanan Majelis Hakim lagi pak, ini perpanjangan Ketua Pengadilan. Nanti kalau ada permohonan silakan ditujukan ke Ketua Pengadilan," ujar Fahzal.
Adapun setelah Majelis Hakim memerintahkan penahanan kembali Gazalba, mantan hakim agung tersebut langsung dibawa ke rutan untuk menunggu persidangan selanjutnya pada 15 Juli 2024 dengan agenda pemeriksaan saksi.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menyatakan surat dakwaan KPK dalam perkara Gazalba Saleh telah memenuhi syarat formal dan materiil yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a dan b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Baca juga: KPK apresiasi putusan PT DKI untuk perkara Gazalba Saleh
Baca juga: KY terima laporan KPK soal majelis hakim dalam perkara Gazalba Saleh
Baca juga: Bawas MA telaah aduan KPK soal majelis hakim perkara Gazalba Saleh
Dengan demikian, PT DKI Jakarta memerintahkan Pengadilan Tipikor Jakarta melanjutkan persidangan kasus Gazalba, terutama karena nota keberatan atau eksepsi tim penasihat hukum Gazalba telah memasuki pokok perkara, sehingga perlu dibuktikan lebih lanjut.
Dalam kasus tersebut, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total senilai Rp25,9 miliar terkait penanganan perkara di MA.
Dugaan penerimaan itu meliputi gratifikasi senilai 18.000 dolar Singapura (Rp200 juta) dan penerimaan lain berupa 1,128 juta dolar Singapura (Rp13,37 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2,9 miliar), serta Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020-2022.
Atas dakwaan gratifikasi, Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara atas dakwaan TPPU, mantan Hakim Agung itu terancam pidana Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
"Jadi mulai hari ini Pak Gazalba Saleh melaksanakan penetapan ini lagi, perpanjangan tahanan lagi," kata Hakim Ketua Fahzal Hendri dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.
Dengan demikian, Gazalba akan kembali ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IA Jakarta Timur paling lama 57 hari.
Menanggapi keputusan tersebut, penasihat hukum Gazalba meminta Majelis Hakim mempertimbangkan agar kliennya tidak ditahan mengingat Gazalba memiliki domisili dan pekerjaan yang jelas.
Senada, Gazalba pun turut meminta agar permohonan yang diajukan lengkap secara tertulis itu dikabulkan Majelis Hakim.
"Yang Mulia, mohon dipertimbangkan surat dari penasihat hukum saya," ucap Gazalba.
Kendati demikian, Majelis Hakim tetap meminta Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menahan Gazalba. Namun apabila Gazalba tetap ingin mengajukan permintaan tersebut, Fahzal menyebutkan permohonan bisa diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menaungi Pengadilan Tipikor.
"Masa penahanan ini bukan tahanan Majelis Hakim lagi pak, ini perpanjangan Ketua Pengadilan. Nanti kalau ada permohonan silakan ditujukan ke Ketua Pengadilan," ujar Fahzal.
Adapun setelah Majelis Hakim memerintahkan penahanan kembali Gazalba, mantan hakim agung tersebut langsung dibawa ke rutan untuk menunggu persidangan selanjutnya pada 15 Juli 2024 dengan agenda pemeriksaan saksi.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menyatakan surat dakwaan KPK dalam perkara Gazalba Saleh telah memenuhi syarat formal dan materiil yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a dan b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Baca juga: KPK apresiasi putusan PT DKI untuk perkara Gazalba Saleh
Baca juga: KY terima laporan KPK soal majelis hakim dalam perkara Gazalba Saleh
Baca juga: Bawas MA telaah aduan KPK soal majelis hakim perkara Gazalba Saleh
Dengan demikian, PT DKI Jakarta memerintahkan Pengadilan Tipikor Jakarta melanjutkan persidangan kasus Gazalba, terutama karena nota keberatan atau eksepsi tim penasihat hukum Gazalba telah memasuki pokok perkara, sehingga perlu dibuktikan lebih lanjut.
Dalam kasus tersebut, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total senilai Rp25,9 miliar terkait penanganan perkara di MA.
Dugaan penerimaan itu meliputi gratifikasi senilai 18.000 dolar Singapura (Rp200 juta) dan penerimaan lain berupa 1,128 juta dolar Singapura (Rp13,37 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2,9 miliar), serta Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020-2022.
Atas dakwaan gratifikasi, Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara atas dakwaan TPPU, mantan Hakim Agung itu terancam pidana Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024
Tags: