Pj Bupati Banyumas: Tradisi ruwat sukerta harus dilestarikan
7 Juli 2024 16:15 WIB
Prosesi ruwat sukerta pada Festival Banjoemas Kota Lama di halaman Bale Adipati Mrapat, Kawasan Banjoemas Kota Lama, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas, Minggu (7/7/2024). ANTARA/HO-Pemkab Banyumas.
Banyumas (ANTARA) - Penjabat (Pj) Bupati Banyumas Hanung Cahyo Saputro mengatakan tradisi ruwat sukerta harus dilestarikan karena merupakan warisan budaya dari leluhur dan berpotensi untuk mengangkat pariwisata Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
"Ini (ruwat sukerta, red.) merupakan rangkaian tiga hari event budaya di Kota Lama Banyumas, dan hari ini kita melaksanakan ruwat untuk menghilangkan sukerta," kata Hanung saat menghadiri prosesi ruwat sukerta pada Festival Banjoemas Kota Lama di halaman Bale Adipati Mrapat, Kawasan Banjoemas Kota Lama, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas, Minggu.
Ia mengharapkan kegiatan tersebut dapat menjadi agenda wisata budaya tahunan yang bisa mengangkat pariwisata Banyumas.
Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas Fendi Rudianto mengatakan ruwat sukerta menjadi puncak acara Festival Banjoemas Kota Lama yang berlangsung selama 3 hari sejak Jumat (5/7).
"Ruwat sukerta merupakan ritual budaya untuk membuang sial atau sengkala dengan tradisi khusus," katanya menjelaskan.
Baca juga: Kemendikbud: Ruwatan Sukerto jaga budaya spiritual masyarakat
Ia mengatakan ritual tersebut diikuti 15 orang dari berbagai wilayah Banyumas dan 3 orang dari Kabupaten Temanggung.
Menurut dia, 18 orang itu masuk kategori sukerta karena terlahir sebagai anak ontang-anting (anak tunggal laki-laki), tunggak aren (1 anak yang ditinggal mati oleh saudara-saudaranya), pancuran kapit sendang (3 bersaudara sekandung, laki-laki di tengah), kedhana-kedhini (2 bersaudara sekandung laki-laki dan perempuan), serta kelungse.
Ia mengemukakan selama festival berlangsung, pengunjung diajak berbincang mengenai budaya Banyumasan, menyaksikan pementasan seni, dan atraksi budaya yang berasal dari 12 desa penyangga kawasan Banyumas Kota Lama,
"Selain itu, juga ada pameran UMKM dan Tour Banjoemas Kota Lama untuk berkeliling sejumlah bangunan bersejarah bergaya kolonial, Tionghoa, dan Jawa," katanya.
Baca juga: Lima anak berambut gimbal jalani ruwatan di Dieng Culture Festival
Dalam prosesi ruwat sukerta tersebut, seluruh peserta dimandikan dengan kembang setaman dan selanjutnya membalut dirinya dengan kain berwarna putih.
Prosesi ruwatan dilanjutkan dengan upacara potong rambut dan sungkeman untuk memohon doa restu kepada orang tua masing-masing.
Selama prosesi ruwat sukerta berlangsung, sejumlah penari dari Sanggar Tari Panjimas Banyumas menampilkan Tari Murwa Kala, yakni tarian ruwatan untuk membuang sukerta atau kesukaran hidup.
Pembina Sanggar Tari Panjimas Banyumas Suyati mengatakan Tari Murwa Kala tersebut diiringi dengan alat-alat musik rebana.
Baca juga: Pedalangan ISI Solo gelar ruwatan masal
"Kalimat-kalimat di dalam lagunya itu adalah permohonan kepada Tuhan supaya diberi kesehatan, kelancaran, dan kebahagiaan dalam hidup," katanya menjelaskan.
"Ini (ruwat sukerta, red.) merupakan rangkaian tiga hari event budaya di Kota Lama Banyumas, dan hari ini kita melaksanakan ruwat untuk menghilangkan sukerta," kata Hanung saat menghadiri prosesi ruwat sukerta pada Festival Banjoemas Kota Lama di halaman Bale Adipati Mrapat, Kawasan Banjoemas Kota Lama, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas, Minggu.
Ia mengharapkan kegiatan tersebut dapat menjadi agenda wisata budaya tahunan yang bisa mengangkat pariwisata Banyumas.
Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas Fendi Rudianto mengatakan ruwat sukerta menjadi puncak acara Festival Banjoemas Kota Lama yang berlangsung selama 3 hari sejak Jumat (5/7).
"Ruwat sukerta merupakan ritual budaya untuk membuang sial atau sengkala dengan tradisi khusus," katanya menjelaskan.
Baca juga: Kemendikbud: Ruwatan Sukerto jaga budaya spiritual masyarakat
Ia mengatakan ritual tersebut diikuti 15 orang dari berbagai wilayah Banyumas dan 3 orang dari Kabupaten Temanggung.
Menurut dia, 18 orang itu masuk kategori sukerta karena terlahir sebagai anak ontang-anting (anak tunggal laki-laki), tunggak aren (1 anak yang ditinggal mati oleh saudara-saudaranya), pancuran kapit sendang (3 bersaudara sekandung, laki-laki di tengah), kedhana-kedhini (2 bersaudara sekandung laki-laki dan perempuan), serta kelungse.
Ia mengemukakan selama festival berlangsung, pengunjung diajak berbincang mengenai budaya Banyumasan, menyaksikan pementasan seni, dan atraksi budaya yang berasal dari 12 desa penyangga kawasan Banyumas Kota Lama,
"Selain itu, juga ada pameran UMKM dan Tour Banjoemas Kota Lama untuk berkeliling sejumlah bangunan bersejarah bergaya kolonial, Tionghoa, dan Jawa," katanya.
Baca juga: Lima anak berambut gimbal jalani ruwatan di Dieng Culture Festival
Dalam prosesi ruwat sukerta tersebut, seluruh peserta dimandikan dengan kembang setaman dan selanjutnya membalut dirinya dengan kain berwarna putih.
Prosesi ruwatan dilanjutkan dengan upacara potong rambut dan sungkeman untuk memohon doa restu kepada orang tua masing-masing.
Selama prosesi ruwat sukerta berlangsung, sejumlah penari dari Sanggar Tari Panjimas Banyumas menampilkan Tari Murwa Kala, yakni tarian ruwatan untuk membuang sukerta atau kesukaran hidup.
Pembina Sanggar Tari Panjimas Banyumas Suyati mengatakan Tari Murwa Kala tersebut diiringi dengan alat-alat musik rebana.
Baca juga: Pedalangan ISI Solo gelar ruwatan masal
"Kalimat-kalimat di dalam lagunya itu adalah permohonan kepada Tuhan supaya diberi kesehatan, kelancaran, dan kebahagiaan dalam hidup," katanya menjelaskan.
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024
Tags: