UNRWA: Warga Gaza terus menerus dalam mode bertahan hidup
6 Juli 2024 16:53 WIB
Arsip foto - Sekitar 110.000 orang telah meninggalkan Rafah untuk menyelamatkan diri, saat pengeboman Israel semakin intens di kota itu, kata Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) melalui media sosial pada Jumat (10/5/2024). (ANTARA/Xinhua/Rizek Abdeljawad/aa.)
Ankara (ANTARA) - Kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan bahwa siklus pengungsian tanpa henti dan nasib warga yang terus menerus berada dalam mode bertahan hidup dan keputusasaan akibat kekejaman Israel di Jalur Gaza harus dihentikan.
"Berulang kali, siklus tragis yang sama," tulis Philippe Lazzarini di X. "Awal pekan ini otoritas Israel mengeluarkan perintah evakuasi baru bagi warga di #Gaza yang memaksa ratusan ribu orang keluar dari Khan Younis & Rafah di selatan."
"Perintah evakuasi ini -yang terbesar yang dikeluarkan sejak Oktober- berdampak terhadap hampir seperempat juta orang, sebagian besar dari mereka sudah mengungsi, berkali-kali," keluhnya. "Orang-orang tidak punya tujuan."
"Mereka mati-matian mencari tempat aman yang sudah tidak ada, mendirikan bangunan darurat di antara reruntuhan bangunan yang dibom," katanya. "Risiko persenjataan yang tidak meledak (UXO) tersebar luas."
Sembari menyebutkan seorang gadis berusia 9 tahun yang dilaporkan tewas akibat UXO di Khan Younis pekan lalu, dan enam anak-anak yang cedera, Lazzarini menekankan: "Risiko bagi anak-anak sangat tinggi."
"Mereka menghabiskan waktu berjam-jam mengumpulkan air dan makanan dan berjalan jauh di tengah tumpukan sampah yang terkumpul menutupi UXO," katanya.
"Tidak bisa lagi menunda yang sudah lama tertunda #Gencatan Senjata_Sekarang," tambahnya.
Karena mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang terus berlanjut di Gaza sejak 7 Oktober.
Lebih dari 38 ribu warga Palestina, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, sejak saat itu telah tewas, dengan lebih dari 87 ribu lainnya luka-luka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Hampir sembilan bulan setelah perang Israel tersebut, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade ketat terhadap akses makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituding melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang dalam putusan terbarunya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, di mana lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum mereka diserang pada 6 Mei.
Sumber: Anadolu
Baca juga: UNRWA: 76 persen sekolah di Gaza perlu rekonstruksi, rehabilitasi
Baca juga: Malanutrisi dan kelangkaan bahan bakar mengancam bayi prematur di Gaza
"Berulang kali, siklus tragis yang sama," tulis Philippe Lazzarini di X. "Awal pekan ini otoritas Israel mengeluarkan perintah evakuasi baru bagi warga di #Gaza yang memaksa ratusan ribu orang keluar dari Khan Younis & Rafah di selatan."
"Perintah evakuasi ini -yang terbesar yang dikeluarkan sejak Oktober- berdampak terhadap hampir seperempat juta orang, sebagian besar dari mereka sudah mengungsi, berkali-kali," keluhnya. "Orang-orang tidak punya tujuan."
"Mereka mati-matian mencari tempat aman yang sudah tidak ada, mendirikan bangunan darurat di antara reruntuhan bangunan yang dibom," katanya. "Risiko persenjataan yang tidak meledak (UXO) tersebar luas."
Sembari menyebutkan seorang gadis berusia 9 tahun yang dilaporkan tewas akibat UXO di Khan Younis pekan lalu, dan enam anak-anak yang cedera, Lazzarini menekankan: "Risiko bagi anak-anak sangat tinggi."
"Mereka menghabiskan waktu berjam-jam mengumpulkan air dan makanan dan berjalan jauh di tengah tumpukan sampah yang terkumpul menutupi UXO," katanya.
"Tidak bisa lagi menunda yang sudah lama tertunda #Gencatan Senjata_Sekarang," tambahnya.
Karena mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang terus berlanjut di Gaza sejak 7 Oktober.
Lebih dari 38 ribu warga Palestina, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, sejak saat itu telah tewas, dengan lebih dari 87 ribu lainnya luka-luka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Hampir sembilan bulan setelah perang Israel tersebut, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade ketat terhadap akses makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituding melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang dalam putusan terbarunya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, di mana lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum mereka diserang pada 6 Mei.
Sumber: Anadolu
Baca juga: UNRWA: 76 persen sekolah di Gaza perlu rekonstruksi, rehabilitasi
Baca juga: Malanutrisi dan kelangkaan bahan bakar mengancam bayi prematur di Gaza
Penerjemah: Katriana
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2024
Tags: