Jaksa sebut SYL akui adanya tindakan korupsi di lingkungan Kementan
5 Juli 2024 20:03 WIB
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Meyer Simanjuntak (kiri) saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (5/7/2024). (ANTARA/Agatha Olivia Victoria)
Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Meyer Simanjuntak menyebutkan Menteri Pertanian (Mentan) periode 2019-2023 Syahrul Yasin Limpo (SYL) maupun penasihat hukumnya mengaku adanya tindakan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).
Ia menuturkan dalam pembacaan nota pembelaan (pleidoi), baik SYL maupun penasihat hukumnya, menguraikan bahwa SYL menerima suap dari para anak buahnya di Kementan.
"Jadi menurut mereka itu bukan pemerasan melainkan suap. Tetapi pada pokoknya ternyata Pak SYL mengakui tindakan korupsi itu," ucap Meyer saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.
Kendati demikian, kata dia, pihak penuntut umum akan membaca lebih detail lagi nota pembelaan SYL maupun penasihat hukumnya untuk memahami lebih lanjut.
Dengan adanya pengakuan SYL maupun penasihat hukumnya terkait suap yang diterima SYL, Meyer mengungkapkan penasihat hukum SYL dalam nota pembelaan menilai pasal dakwaan yang dikenakan kepada SYL, yakni Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Artinya menurut penasihat hukum, Pak SYL menerima suap yang seharusnya pemberinya juga diproses tindak pidana korupsi sebagai pemberi suap," katanya.
Meski begitu, ia menegaskan, penentuan pasal dalam dakwaan merupakan asas dominus litis atau pengendali perkara yang dimiliki jaksa penuntut umum berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Apabila nantinya ada perbedaan pasal yang dikenakan, sambung dia, hal tersebut akan sesuai dengan pertimbangan Majelis Hakim dalam pemberian putusan akhir.
"Yang jelas itu kewenangan kami dan kami tidak asal-asalan tetapi berdasarkan berkas perkara yang ada serta berbagai alat bukti yang menujukan korupsi yang dilakukan SYL mengarah ke Pasal 12 huruf e, yaitu pemerasan," ujar Meyer menjelaskan.
Sebelumnya, SYL dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementan pada rentang waktu 2020-2023.
Selain itu, SYL dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp44,27 miliar dan ditambah 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS), dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.
Jaksa menuntut agar SYL dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus tersebut, SYL menjadi terdakwa lantaran diduga melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar.
Pemerasan dilakukan Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
Baca juga: SYL minta dibebaskan dari tuntutan pidana penjara 12 tahun
Baca juga: SYL akan laporkan uang korupsi Kementan mengalir ke "green house"
Ia menuturkan dalam pembacaan nota pembelaan (pleidoi), baik SYL maupun penasihat hukumnya, menguraikan bahwa SYL menerima suap dari para anak buahnya di Kementan.
"Jadi menurut mereka itu bukan pemerasan melainkan suap. Tetapi pada pokoknya ternyata Pak SYL mengakui tindakan korupsi itu," ucap Meyer saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.
Kendati demikian, kata dia, pihak penuntut umum akan membaca lebih detail lagi nota pembelaan SYL maupun penasihat hukumnya untuk memahami lebih lanjut.
Dengan adanya pengakuan SYL maupun penasihat hukumnya terkait suap yang diterima SYL, Meyer mengungkapkan penasihat hukum SYL dalam nota pembelaan menilai pasal dakwaan yang dikenakan kepada SYL, yakni Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Artinya menurut penasihat hukum, Pak SYL menerima suap yang seharusnya pemberinya juga diproses tindak pidana korupsi sebagai pemberi suap," katanya.
Meski begitu, ia menegaskan, penentuan pasal dalam dakwaan merupakan asas dominus litis atau pengendali perkara yang dimiliki jaksa penuntut umum berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Apabila nantinya ada perbedaan pasal yang dikenakan, sambung dia, hal tersebut akan sesuai dengan pertimbangan Majelis Hakim dalam pemberian putusan akhir.
"Yang jelas itu kewenangan kami dan kami tidak asal-asalan tetapi berdasarkan berkas perkara yang ada serta berbagai alat bukti yang menujukan korupsi yang dilakukan SYL mengarah ke Pasal 12 huruf e, yaitu pemerasan," ujar Meyer menjelaskan.
Sebelumnya, SYL dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementan pada rentang waktu 2020-2023.
Selain itu, SYL dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp44,27 miliar dan ditambah 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS), dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.
Jaksa menuntut agar SYL dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus tersebut, SYL menjadi terdakwa lantaran diduga melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar.
Pemerasan dilakukan Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
Baca juga: SYL minta dibebaskan dari tuntutan pidana penjara 12 tahun
Baca juga: SYL akan laporkan uang korupsi Kementan mengalir ke "green house"
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024
Tags: