Jakarta (ANTARA News) - Indonesia dan Singapura harus mengedepankan dialog dalam menyelesaikan polemik penamaan KRI Usman Harun, salah satunya dengan membentuk mekanisme penyelesaian sengketa kawasan, demi memelihara stabilitas ASEAN.
Sengketa seperti yang terjadi antara dua negara ekonomi terkuat ASEAN ini, merupakan ihwal yang akan rentan terjadi dan memang dapat menganggu stabilitas politik dan keamanan kawasan.
"Sekarang waktunya bagi dua negara ini untuk berpikir menghidupkan kembali penyelesaian sengketa di kawasan. Selama ini kan belum terjalin dengan baik mekanisme itu di kawasan," kata Pakar hubungan internasional, Makarim Wibisono, yang juga Direktur Eksekutif ASEAN Foundation.
Selama ini, kata Makarim, ASEAN belum memiliki mekanisme utuh mengenai penyelesaian sengketa antarnegara. Setiap forum atau wadah penyelesaian sengketa kawasan yang telah dicanangkan, seperti Lembaga Perdamaian dan Rekonsiliasi (Institute of Peace and Reconciliation) atau Dewan Tinggi (High Council), tidak berjalan efektif.
Dengan begitu, kata dia, penyelesaian polemik ini sebaiknya melalui cara damai yang dapat menginisiasi mekanisme penyelesaian sengketa untuk negara-negara lainnya di kawasan.
"Ini momentum untuk kedua negara agar dapat memberi contoh mekanisme penyelesaian sengketa di kawasan," ujar mantan Duta Besar RI untuk PBB ini.
Ia menambahkan Indonesia tentu memiliki hak yang tidak dapat diganggu mengenai upaya penghormatan kepada pahlawannya. Namun, di sisi lain, kedewasaan dan langkah solutif Indonesia diperlukan untuk menjaga kekuatan diplomatik terhadap negara-negara tetangga.
"Saya melihat setiap masalah harus diselesaikan, dengan cara yang sebaik mungkin. Namun, kita tetap jangan mengorbankan kepentingan nasional," ujarnya.
Polemik antara Indonesia dan Singapura diawali dari protes negara kota itu atas penamaan kapal perang baru milik TNI Angkatan Laut dengan nama KRI Usman Harun.
Indonesia dan Singapura harus kedepankan dialog demi stabilitas ASEAN
11 Februari 2014 15:25 WIB
Makarim Wibisono (FOTO ANTARA)
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014
Tags: