Jakarta (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tengah mempelajari empat proyek pengadaan liquefied natural gas (LNG) sebagai bagian dari pengembangan penyidikan perkara dugaan korupsi dengan tersangka mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.

"Jadi ada hal baru yg kami temukan pada saat melakukan penyidikan terkait dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh saudara KA," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis.

Baca juga: Menimbang "business judgment rule" dalam perkara korupsi direksi BUMN

Asep menerangkan pengembangan terhadap empat pengadaan LNG tersebut terkait dengan perusahaan asal Amerika Serikat (AS) Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC. Meski demikian Asep belum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai waktu maupun nilai empat proyek pengadaan LNG tersebut.

"Ini terkait dengan CCL yang ada di luar negeri ya," ujarnya.

Baca juga: KPK panggil Basuki Tjahaja Purnama saksi perkara LNG

Sebelumnya Juru Bicara KPK Tessa Mahardika mengungkapkan penyidik KPK kini tengah mempelajari soal empat pengadaan LNG sebagai bagian pengembangan perkara Karen Agustiawan. Namun belum menyampaikan apakah perkara tersebut sudah memasuki tahap penyidikan.

"Untuk diketahui kami juga mempelajari terkait dengan empat pengadaan LNG lainnya yang sementara ini masih dilakukan analisa oleh teman-teman penyidik," kata Tessa.

Baca juga: KPK periksa Dahlan Iskan soal kebijakan pengadaan LNG

Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan divonis pidana 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti korupsi dalam pengadaan gas alam cair (LNG) di Pertamina.

"Karen Agustiawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif pertama," kata Hakim Ketua Maryono pada sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta (24/6).

Baca juga: Penuhi panggilan KPK, Dahlan sebut diperiksa soal RUPS

Dengan demikian, Maryono menuturkan Karen melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Majelis hakim juga menetapkan pidana yang dijatuhkan kepada Karen dikurangi dengan masa penangkapan dan penahanan serta membebankan biaya perkara Rp7.500,00 kepada terdakwa.

Baca juga: Kemarin, Kejagung sita emas hingga 2 tersangka baru korupsi Pertamina

Maryono menyebutkan terdapat beberapa hal yang meringankan vonis Karen sehingga lebih rendah daripaada tuntutan, yakni terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak memperoleh hasil tindak pidana korupsi, memiliki tanggungan keluarga, serta mengabdikan diri untuk Pertamina walaupun telah mengundurkan diri.

Sementara itu, beberapa hal yang memberatkan vonis, yakni perbuatan Karen dinilai tidak mendukung program pemerintah yang sedang gencar melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi serta merugikan keuangan negara.

Sebelumnya, Dirut Pertamina periode 2009—2014 Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan dituntut pidana 11 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan terkait dengan dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada tahun 2011 hingga 2014.

Baca juga: KPK tetapkan dua tersangka baru korupsi LNG Pertamina

Selain pidana utama, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada Karen untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,09 miliar dan 104.000 dolar Amerika Serikat subsider 2 tahun penjara.

Jaksa KPK juga meminta majelis hakim untuk membebankan pembayaran uang pengganti kepada perusahaan AS, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL), sebesar 113,83 juta dolar AS.

Baca juga: KPK nyatakan banding atas vonis Karen Agustiawan
Baca juga: KPK apresiasi vonis bersalah hakim terhadap Karen Agustiawan


Atas putusan tersebut, JPU KPK menyatakan banding karena tuntutan uang pengganti yang tidak dikabulkan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.