Anggota DPR: Libatkan konselor sebaya edukasi bahaya GGL berlebih
4 Juli 2024 16:26 WIB
Tangkapan layar - Anggota Komisi IX DPR RI Sitti Maryam dalam Rapat Dengar Pendapat Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Konsumsi GGL di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (4/7/2024). ANTARA/Tri Meilani Ameliya.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IX DPR RI Sitti Maryam menyarankan pemerintah untuk melibatkan konselor sebaya dalam mengedukasi masyarakat, terutama anak-anak mengenai bahaya dari mengonsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) berlebih.
"Kenapa tidak kita ajak yang lain, termasuk ada konselor sebaya yang ada di sekolah-sekolah. Itu juga merupakan satu ujung tombak kita yang bisa memberikan edukasi kepada masyarakat, khususnya teman-teman mereka," kata Sitti dalam Rapat Dengar Pendapat Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Konsumsi GGL di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Menurut dia, konselor sebaya yang merupakan pemberi konseling dari kelompok siswa kepada siswa dapat memberikan edukasi kepada para pelajar sebayanya mengenai bahaya dan langkah pencegahan terhadap konsumsi GGL berlebih.
Baca juga: Anggota DPR usul bentuk pansus lintas komisi atasi masalah GGL
Sitti menyampaikan bahwa saat ini bahaya konsumsi gula, garam, dan lemak berlebih sudah sangat mengkhawatirkan. Konsumsi GGL berlebih dapat menimbulkan penyakit tidak menular (PTM), seperti diabetes mellitus hingga kanker.
"Kenyataan sungguh sangat mengkhawatirkan, PTM menyumbang penyakit terbesar dan juga angka kematian terbesar," ucapnya.
Sitti juga mengingatkan para dokter, tenaga medis lainnya, dan tenaga kesehatan agar mengedukasi masyarakat mengenai bahaya mengonsumsi GGL berlebihan dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
"Kembali lagi (edukasi mengenai GGL) dengan informasi yang lengkap, jangan setengah-setengah, yang mudah dipahami, istilah yang mudah dipahami," ucap dia.
Baca juga: Kemenkes dorong industri pangan kurangi kandungan GGL
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal (Plt Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Yudhi Pramono menyampaikan mengenai kondisi konsumsi pangan mengandung gula, garam, dan lemak di Indonesia.
Ia mengatakan data dari GlobalData Q2 2021 Consumer Survey pada Juni 2021 menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan tingkat konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tertinggi di Asia Pasifik.
"Hal ini menjadi salah satu perhatian yang sangat penting untuk diintervensi dalam pengendalian konsumsi gula di Indonesia," ucapnya.
Diketahui bahwa MBDK dapat berisiko meningkatkan kejadian obesitas, diabetes, hipertensi, dan kematian akibat penyakit jantung koroner.
Baca juga: BPOM tingkatkan literasi mengenai kandungan GGL yang aman
Selanjutnya, Yudhi menyampaikan pula bahwa Survei Konsumsi Makanan Individu dari Litbangkes pada 2014 menunjukkan rerata konsumsi garam penduduk Indonesia 2764 mg/orang/hari. Kemudian, Survei Konsumsi Makanan Individu pada 2015 menunjukkan sebesar 27 persen penduduk Indonesia sudah mengonsumsi lemak total melebihi batas rekomendasi per hari atau sudah melebihi 67 gram per hari.
"Kenapa tidak kita ajak yang lain, termasuk ada konselor sebaya yang ada di sekolah-sekolah. Itu juga merupakan satu ujung tombak kita yang bisa memberikan edukasi kepada masyarakat, khususnya teman-teman mereka," kata Sitti dalam Rapat Dengar Pendapat Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Konsumsi GGL di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Menurut dia, konselor sebaya yang merupakan pemberi konseling dari kelompok siswa kepada siswa dapat memberikan edukasi kepada para pelajar sebayanya mengenai bahaya dan langkah pencegahan terhadap konsumsi GGL berlebih.
Baca juga: Anggota DPR usul bentuk pansus lintas komisi atasi masalah GGL
Sitti menyampaikan bahwa saat ini bahaya konsumsi gula, garam, dan lemak berlebih sudah sangat mengkhawatirkan. Konsumsi GGL berlebih dapat menimbulkan penyakit tidak menular (PTM), seperti diabetes mellitus hingga kanker.
"Kenyataan sungguh sangat mengkhawatirkan, PTM menyumbang penyakit terbesar dan juga angka kematian terbesar," ucapnya.
Sitti juga mengingatkan para dokter, tenaga medis lainnya, dan tenaga kesehatan agar mengedukasi masyarakat mengenai bahaya mengonsumsi GGL berlebihan dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
"Kembali lagi (edukasi mengenai GGL) dengan informasi yang lengkap, jangan setengah-setengah, yang mudah dipahami, istilah yang mudah dipahami," ucap dia.
Baca juga: Kemenkes dorong industri pangan kurangi kandungan GGL
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal (Plt Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Yudhi Pramono menyampaikan mengenai kondisi konsumsi pangan mengandung gula, garam, dan lemak di Indonesia.
Ia mengatakan data dari GlobalData Q2 2021 Consumer Survey pada Juni 2021 menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan tingkat konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tertinggi di Asia Pasifik.
"Hal ini menjadi salah satu perhatian yang sangat penting untuk diintervensi dalam pengendalian konsumsi gula di Indonesia," ucapnya.
Diketahui bahwa MBDK dapat berisiko meningkatkan kejadian obesitas, diabetes, hipertensi, dan kematian akibat penyakit jantung koroner.
Baca juga: BPOM tingkatkan literasi mengenai kandungan GGL yang aman
Selanjutnya, Yudhi menyampaikan pula bahwa Survei Konsumsi Makanan Individu dari Litbangkes pada 2014 menunjukkan rerata konsumsi garam penduduk Indonesia 2764 mg/orang/hari. Kemudian, Survei Konsumsi Makanan Individu pada 2015 menunjukkan sebesar 27 persen penduduk Indonesia sudah mengonsumsi lemak total melebihi batas rekomendasi per hari atau sudah melebihi 67 gram per hari.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024
Tags: