"Artinya, ada sisa waktu enam tahun untuk mengejar agar masyarakat bisa menggunakan transportasi publik," kata Pelaksana Harian (Plh) Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syaripudin saat membuka diskusi Publik Institut Studi Transportasi (INSTRAN) bertajuk “Elektronifikasi Integrasi Pembayaran Transportasi Jakarta (EIPTJ) untuk mendukung Transportasi Terintegrasi Jabodetabekjur menjelang berlakunya UU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) di Jakarta, Kamis.
Selain kemacetan, kata Syaripudin, Jakarta juga menghadapi permasalahan buruknya kualitas udara yang menyebabkan polusi udara.
Untuk itu, katanya, Pemprov DKI Jakarta terus berupaya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan menggencarkan tingginya angka penggunaan transportasi publik.
"Jakarta terus melakukan perubahan dengan paradigma perkembangan transportasi, menuju Transit Oriented Development (TOD) dari kendaraan pribadi menuju kendaraan transportasi massal. Hal ini dalam pengembangan, ada tantangan yakni kemacetan, ketidaksetaraan dan lainnya," ujar Syaripudin.
Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta berkomitmen mewujudkan dimensi pengintegrasian melalui integrasi fisik, jadwal layanan dan rute, lintasan, data dan informasi, serta sistem pembayaran dan tarif.
"Jakarta sendiri kalau TransJakarta mencapai satu juta penumpang per hari, lalu LRT ada sekitar tiga ribu penumpang, MRT 100 ribu penumpang tepatnya 93 ribu per hari. Ini menunjukkan angka yang terus meningkat. Semoga angka 18,6 persen ini bisa meningkat hingga 20,86 persen, ini tantangan buat kita semua," ucap Syaripudin.
Baca juga: DKI tetap majukan transportasi publik meski tak lagi jadi Ibu Kota
Baca juga: DKI perbanyak bus listrik untuk tekan polusi udara
Baca juga: Transportasi publik jadi solusi atasi pencemaran udara di Jakarta