DBS perkirakan rupiah menguat di Q4 jika The Fed turunkan suku bunga
3 Juli 2024 19:16 WIB
FX Strategist, Global Financial Markets DBS Bank Terence Wu (kiri) dan Equities Specialist DBS Group Research Maynard Arif (tengah) saat diskusi bersama media di Jakarta, Rabu (3/7/2024). ANTARA/Rizka Khaerunnisa
Jakarta (ANTARA) - DBS Group Research memproyeksikan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan menguat di kuartal keempat (Q4) tahun ini, dengan asumsi bank sentral AS atau The Fed menurunkan suku bunga mendekati atau tepat pada kuartal keempat 2024.
“Menurut pandangan kami, (nilai tukar rupiah terhadap dolar AS) di kuartal ketiga akan sideways (cenderung stagnan). Kemudian pada akhir tahun ini, kita akan melihat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang lebih kuat dibandingkan dengan dolar AS,” kata FX Strategist, Global Financial Markets DBS Bank, Terence Wu di Jakarta, Rabu.
Dia memperkirakan, tren pelemahan rupiah masih terjadi di kuartal ketiga tahun ini meskipun tidak melemah signifikan. Selain pemangkasan suku bunga yang belum pasti, jelas dia, pelemahan rupiah juga sejalan dengan mata uang di negara-negara Asia yang masih melemah.
DBS memproyeksikan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada kuartal ketiga berada di kisaran Rp16.000 hingga Rp16.500 per dolar AS. Pada akhir tahun, rupiah menguat di kisaran Rp16.000 atau sedikit di bawah Rp15.800 apabila The Fed menurunkan suku bunga.
Terence menambahkan, faktor penting yang juga mempengaruhi pergerakan rupiah yaitu perbedaan yield atau imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia dan obligasi pemerintah AS atau US Treasury. Saat ini, kata dia, selisih (spread) kedua obligasi masih agak kecil dan diekspektasikan bakal membesar saat mendekati akhir tahun.
“Spread (obligasi pemerintah Indonesia dan obligasi pemerintah AS) saat memasuki paruh kedua tahun ini, akan mulai semakin berpihak pada rupiah. Dan menurut saya, itu juga salah satu alasan mengapa rupiah akan menguat di akhir tahun,” kata dia.
Equities Specialist DBS Group Research Maynard Arif menambahkan, proyeksi DBS adalah Bank Indonesia (BI) juga tidak akan menurunkan suku bunga atau BI-Rate hingga akhir tahun. Apabila rupiah mengalami pelemahan yang sangat signifikan, masih ada kemungkinan BI menaikkan suku bunga. Namun di sisi lain, pemangkasan BI-Rate diperkirakan tidak akan mendahului kebijakan The Fed.
“Kemungkinan, BI menurunkan suku bunganya akan menanti atau menunggu dulu dari kebijakan The Fed. Ketika The Fed menurunkan suku bunga, mungkin BI baru akan memikirkan untuk menurunkan suku bunga. Tapi sebelum The Fed menurunkan suku bunga, maka kelihatannya BI akan terus mempertahankan (suku bunga 6,25 persen), apalagi kondisi rupiah yang masih di sekitar Rp16.300-Rp16.500,” kata Maynard.
Baca juga: Ekspedisi rupiah berdaulat sasar 5 pulau di daerah 3T Riau
Baca juga: Aprindo sebut pelemahan kurs rupiah pengaruhi produk ritel impor
Baca juga: Menkeu: Pelemahan rupiah dipengaruhi oleh kekecewaan pasar
“Menurut pandangan kami, (nilai tukar rupiah terhadap dolar AS) di kuartal ketiga akan sideways (cenderung stagnan). Kemudian pada akhir tahun ini, kita akan melihat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang lebih kuat dibandingkan dengan dolar AS,” kata FX Strategist, Global Financial Markets DBS Bank, Terence Wu di Jakarta, Rabu.
Dia memperkirakan, tren pelemahan rupiah masih terjadi di kuartal ketiga tahun ini meskipun tidak melemah signifikan. Selain pemangkasan suku bunga yang belum pasti, jelas dia, pelemahan rupiah juga sejalan dengan mata uang di negara-negara Asia yang masih melemah.
DBS memproyeksikan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada kuartal ketiga berada di kisaran Rp16.000 hingga Rp16.500 per dolar AS. Pada akhir tahun, rupiah menguat di kisaran Rp16.000 atau sedikit di bawah Rp15.800 apabila The Fed menurunkan suku bunga.
Terence menambahkan, faktor penting yang juga mempengaruhi pergerakan rupiah yaitu perbedaan yield atau imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia dan obligasi pemerintah AS atau US Treasury. Saat ini, kata dia, selisih (spread) kedua obligasi masih agak kecil dan diekspektasikan bakal membesar saat mendekati akhir tahun.
“Spread (obligasi pemerintah Indonesia dan obligasi pemerintah AS) saat memasuki paruh kedua tahun ini, akan mulai semakin berpihak pada rupiah. Dan menurut saya, itu juga salah satu alasan mengapa rupiah akan menguat di akhir tahun,” kata dia.
Equities Specialist DBS Group Research Maynard Arif menambahkan, proyeksi DBS adalah Bank Indonesia (BI) juga tidak akan menurunkan suku bunga atau BI-Rate hingga akhir tahun. Apabila rupiah mengalami pelemahan yang sangat signifikan, masih ada kemungkinan BI menaikkan suku bunga. Namun di sisi lain, pemangkasan BI-Rate diperkirakan tidak akan mendahului kebijakan The Fed.
“Kemungkinan, BI menurunkan suku bunganya akan menanti atau menunggu dulu dari kebijakan The Fed. Ketika The Fed menurunkan suku bunga, mungkin BI baru akan memikirkan untuk menurunkan suku bunga. Tapi sebelum The Fed menurunkan suku bunga, maka kelihatannya BI akan terus mempertahankan (suku bunga 6,25 persen), apalagi kondisi rupiah yang masih di sekitar Rp16.300-Rp16.500,” kata Maynard.
Baca juga: Ekspedisi rupiah berdaulat sasar 5 pulau di daerah 3T Riau
Baca juga: Aprindo sebut pelemahan kurs rupiah pengaruhi produk ritel impor
Baca juga: Menkeu: Pelemahan rupiah dipengaruhi oleh kekecewaan pasar
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024
Tags: